Liputan6.com, Baghdad - Sebuah bom truk meledak di sebuah pos pemeriksaan Baghdad, Irak selatan. Orang-orang termasuk petugas yang berada di dekatnya pun menjadi korban ledakan tersebut.
"Ledakan bom menewaskan 60 orang dan melukai lebih dari 70 pada hari Minggu 6 Maret," kata para pejabat medis dan keamanan seperti dikutip dari Reuters, Senin (6/3/2016).
Baca Juga
Seorang pejabat rumah sakit Provinsi Babylon sudah mengonfirmasi jumlah korban, dan menambahkan bahwa 23 di antaranya adalah polisi dan pasukan keamanan yang berjaga di check point di pintu masuk utara kota Baghdad.
Advertisement
Kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab atas ledakan itu.
Baca Juga
Serangan bunuh diri yang melibatkan sebuah truk tanker sarat bahan bakar yang mudah meledak itu adalah yang kedua paling mematikan tahun ini, setelah insiden pada 28 Februari yang menewaskan 78 orang di Sadr City -- sebuah distrik Syiah di Baghdad.
Insiden kala itu juga diklaim oleh kelompok Sunni yang mengontrol wilayah luas di Irak dan di Suriah.
Eskalasi dalam pengeboman ISIS menunjukkan bahwa pasukan pemerintah Irak sedang mengetatkan pasukannya untuk melawan kelompok yang menguasai provinsi barat dan utara negara itu.
Pengeboman di Hilla, 117 kilometer (73 mil) selatan Baghdad itu diklaim dalam sebuah posting di situs kantor berita Amaq yang mendukung ISIS.
"Serangan dengan bom truk menghantam pos pemeriksaan Reruntuhan Babylon di pintu masuk kota Hilla, menewaskan dan melukai puluhan," kata pernyataan di situs Amaq.
Hilla adalah Ibu Kota Provinsi Babylon, wilayah yang didominasi Syiah dengan beberapa penduduk Sunni.
"Ini pemboman terbesar di provinsi itu sampai saat ini," ucap Kepala Komite Keamanan Provinsi Babylon, Falah al-Radhi. "Pos pemeriksaan, kantor polisi terdekat serta beberapa rumah dan puluhan mobil hancur."
Brett McGurk, utusan AS untuk koalisi yang memerangi ISIS pada Sabtu 5 Maret mengatakan dalam konferensi pers di Baghdad bahwa grup itu kalah dalam pertempuran di berbagai sisi di Irak dan Suriah. Dia mengatakan fokus akan kembali kepada kelompok militan itu untuk merebut wilayah yang mereka kuasai.