Sukses

Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad Terima Penghargaan dari Yogya

Bagi Mahathir, mengapresiasi tinggi pemberian gelar ini adalah berjuang untuk menghapuskan perang di dunia.

Liputan6.com, Yogyakarta - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memberikan gelar Doktor Honoris Causa Bidang Perdamaian dan Islam kepada Mantan Perdana Menteri Malaysia, Dr Mahathir Mohamad di Sportorium UMY.

Promotor penganugerahan DHC, Bambang Cipto mengatakan, Dr Mahathir Mohamad merupakan sosok yang peduli dengan perdamaian dunia. Ia sangat menentang peperangan yang ada di muka bumi khususnya negara-negara Islam, menyoroti perang sipil yang terjadi di Suriah dengan 11 juta korban meninggal.

"Tun menyadari jika upaya menghentikan peperangan bukan perkara sederhana. Tapi dia juga yakin bahwa peperangan yang termasuk kejahatan itu bisa dihentikan," kata Bambang di Kampus UMY, Kamis (17/3/2016).

Sementara itu bagi Mahathir, mengapresiasi tinggi pemberian gelar ini adalah berjuang untuk menghapuskan perang di dunia. Menurutnya, konsep penghapusan perang ini harus didukung semua elemen. Sebab perang bukanlah cara penyelesaian konflik karena perang selalu ada bunuh membunuh.

Menurutnya pembunuhan itu adalah kejahatan.

Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

"Saya berterima kasih, gerakan menyebarkan paham bahwa peperangan adalah kejahatan sebenarnya bukan saya saja yang melakukan. Ini adalah semua sanjungan bagi saya," katanya.

Mahathir menyadari jika perjuangan ini tidak bisa dilakukan 1 atau 2 tahun namun bisa membutuhkan waktu 100 tahun. Ia berharap gagasannya itu dapat diterima dengan baik. Sebab banyak cara untuk menyelesaikan konflik.

"Begini, kalau kita itu orang Islam seharusnya tidak setuju dengan perang. Islam itu cinta damai. Orang Islam yang berperang itu sesungguhnya tidak mengikuti ajaran Islam. Kita bisa berunding untuk menyelesaikan konflik, tidak harus dengan perang," papar tokoh berumur 90 tahun ini.

Mahathir merupakan politisi senior di Negeri Jiran Malaysia dari 1981 hingga 2003. Ia pernah membuka negaranya bagi penanam modal asing, mereformasi pajak, mengurangi hambatan perdagangan, privatisasi sejumlah BUMN, dan mengembangkan infrastruktur.