Liputan6.com, Jakarta - Titanic yang dirilis 1997 lalu mengguncang jagat perfilman. Karya besutan James Cameron tersebut diganjar 11 Academy Award dan laris manis dengan meraup pendapatan US$ 1 miliar.
Titanic adalah sebuah film epik, roman, yang berlatar tragedi tenggelamnya kapal RMS Titanic dalam pelayaran perdananya pada 15 April 1912.
Kisah cinta beda 'kasta' antara Jack Dawson dan Rose DeWitt Bukater, serta adegan mengerikan yang menggambarkan detik-detik karamnya kapal termewah pada zamannya itu memukau para penonton.
Melihat kepopuleran Titanic, Korea Utara tak mau ketinggalan. Empat tahun setelahnya, pada 2001, mendiang diktator Kim Jong-un memerintahkan pembuatan film Soul’s Protest atau Sara-innun Ryonghongdulhuge. Ada dua hal yang menjadi tujuan 'Dear Leader': membuat film yang bisa menyatukan dua Korea dan meraup banyak uang.
Baca Juga
Sama seperti Titanic, film tersebut berlatar kecelakaan maritim, tenggelamnya kapal Ukishima Maru.
Pada 22 Agustus 1945, Ukishima Maru berlayar membawa 3.725 pekerja dari Korea dan keluarganya dari Prefektur Aomori menuju Busan. Dua hari kemudian, saat memasuki Pelabuhan Maizuru, kapal tersebut menabrak ranjau laut, meledak, dan tenggelam. Tragedi itu menewaskan 524 warga Korea dan 25 orang Jepang.
Meski pihak Negeri Sakura melaporkan bahwa ledakan terjadi sebagai akibat ranjau laut pihak Amerika Serikat, namun Korut mengklaim bahwa pihak Jepang sengaja menenggelamkan kapal tersebut.
Dari perspektif dua Korea, Soul’s Protest secara politis aman karena menempatkan pihak Jepang sebagai antagonis.
Sementara itu, dari kaca mata Barat, film tersebut jelas-jelas mengandung plot mirip Titanic. Makin lama menontonnya, elemen khas James Cameron kian kentara dalam Soul’s Protest.
Bukti Menjiplak
Soul’s Protest disutradarai Kim Chun-song, dari etnis Korea dan tinggal di Jepang.
Film tersebut dibuka dengan adegan seorang pria sepuh, yang ditemani keluarganya, sedang menghampiri laut.
Kemudian, dari kantong celananya, ia mengeluarkan syal merah yang mengingatkan pada cintanya yang hilang di atas Ukishima Maru.
Itu mirip-mirip adegan nenek sepuh yang mengeluarkan permata 'Heart of the Ocean' dalam Titanic. Kemiripan itu ditemukan di seluruh bagian film Soul’s Protest.
"Tak heran: sutradara, pemain, dan kru diperintahkan menonton fil epik berdurasi 3 jam itu (Titanic) lebih dari 100 kali sebelum pembuatan film," tulis Simon Fowler, seperti dikutip dari artikel BBC, Kamis (17/3/2016).
Advertisement
Untuk membuat film Titanic, James Cameroon memiliki sumber dana besar dan teknologi canggih. Sebaliknya, versi Korut menggunakan cara yang hanya bisa dilakukan para diktator.
Dilaporkan, 10 ribu tentara dikerahkan dalam proses pembuatan film. Sementara, penggunaan aplikasi Computer-generated imagery (CGI) yang digadang-gadang justru jarang.
Adegan ikonik Titanic ketika Leonardo Dicaprio memegang tangan Kate Winslet di depan kapal, yang menciptakan sensasi 'terbang' tak ditemukan dalam versi Korut. Sebagai gantinya, ada adegan percintaan di dek atas.
Namun, adegan klimaks di mana sepasang kekasih berada di lautan dianggap mirip dengan Titanic.
Bahwa Soul’s Protest menjiplak Titanic bahkan diakui terang-terangan. Di festival film di Hong Kong dan Moskow, 'The North Korean Titanic' dicetak besar-besar dalam selebaran Soul’s Protest. Hurufnya bahkan lebih besar dari judulnya.
Soul's Protest diimpor ke Korea Selatan oleh Narai Film Company, dan diizinkan tayang -- setelah adegan berdurasi 5 menit yang mengklaim Kim Il-sung membebaskan Korea dari penjajahan Jepang dipotong.
Pihak Narai Film Company membeli hak tayang film itu di Korsel seharga US$ 375 ribu. Pembelian tersebut dianggap sebagai kesempatan emas pihak Korut untuk menghasilkan pendapatan dan menaikkan citra perfilmannya.
Namun tak seperti Titanic yang jadi box office, kesuksesan Soul's Protest berumur pendek. Ketenarannya tenggelam dengan cepat.
Penasaran dengan Titanic ala Korut? Saksikan cuplikannya: