Liputan6.com, Christmas Cove - Sudah banyak orang yang meninggalkan pekerjaan mereka untuk mencoba peruntungan dalam dunia kuliner, namun Tara dan Sasha Bouis melakukannya sedikit agak berbeda dengan yang lainnya.
Pasangan paruh baya itu menelantarkan karier mereka yang terbilang sukses untuk menjajal usaha food boat bernama ‘Pizza Pi’ dengan pi dari lambang Yunani yang berarti bilangan irasional. Usaha mereka serupa dengan food truck tapi di laut -- menjajakan pizza di lautan.
Advertisement
"Pizza selera semua orang," ungkap Tara, 32 tahun yang dulu bekerja sebagai guru SD.
Pasangannya Sasha, 38 tahun, adalah seorang lulusan MITÂ (Massachusetts Institute of Technology) yang bekerja sebagai progammer di Standard & Poor. Ia merasa sudah muak dengan pekerjaannya dan berencana untuk meniti karier dalam bidang lain bahkan sebelum bertemu Tara.
"Aku mengira telah mendapatkan pekerjaan idamanku, tapi aku merasa muak dengan cepat," ungkapnya kepada Bloomberg Business.
"Saat makan siang, aku merasa harus melakukan perjalanan yang lebih jauh setiap harinya, dan pada suatu saat aku berjalan melalui sekolah layar dan berpikir, 'bisa tidak aku bekerja di situ?'"
Baca Juga
Itu 10 tahun lalu, pada tahun 2005. Akhirnya Sasha berhenti bekerja dan pindah ke Puerto Rico untuk menjajal dunia pelayaran. Kemudian ia pindah lagi ke British Virgin Island untuk mengajar berlayar di sebuah kemah musim panas di sana.
Di situlah ia bertemu dengan Tara, yang bekerja sebagai guru musim panas itu. Mereka jatuh cinta, dan memutuskan untuk menetap, kemudian menikah pada tahun 2012.
Kecintaan mereka terhadap laut membuat Tara dan Sasha meninggalkan pekerjaan mereka dan bekerja sebagai sewa kapal -- Sasha mengemudikan kapal sementara Tara sajikan hidangan kepada para tamu.
Dilansir dari Oddity Central, Jumat (18/3/2016), keandalan mereka pada masing-masing pekerjaan terbukti, Tara bahkan pernah menjuarai British Virgin Island Charter Yacht Show Culinary Contest, tak hanya sekali, tapi dua kali.
Meski mereka begitu mencintai British Virgin Island's ada sesuatu yang menurut mereka masih kurang yaitu, pizza.
Namun, ide mereka itu tak terjadi dalam sekejap. Mereka kemudian beli kapal bekas dan melakukan sejumlah perbaikan. Selama dua tahun mereka melakukan renovasi dan mengubahnya menjadi dapur pizza komersil yang mereka idam-idamkan.
Meski mahal, semua mereka lakukan sendiri. Semua itu berkat pengetahuan mesin yang dimiliki Sasha dan sejumlah cuplikan dari situs berbagi video.
"Kami tidak tahu ini akan berhasil atau tidak," ungkap Sasha.
"Jadi, kami tidak berani untuk mencari investor, karena belum tentu nantinya kami bisa membayar mereka kembali."
Hampir semua dilakukan oleh pasangan itu, dan guna melakukan penghematan, Sasha memasang panel surya sebagai sumber listrik, namun tetap menggunakan generator disel untuk oven.
Mereka mematenkan semua perangkat dapur di kapal agar tidak mudah bergerak ketika berlayar.
"Ketika memasak di atas kapal, Anda harus berhati-hati menempatkan peralatan dapur," ungkap Tara.
"Hal terakhir yang kau inginkan adalah mengarungi ombak besar dan tiba-tiba pisau besar melayang ke mana-mana," candanya.
Untuk menghemat dana selama restorasi, mereka tinggal di kapal tersebut. Namun, semua kerja keras mereka terbayarkan.Â
"Pi adalah angka istimewa," terang Tara mengenai merek dagangnya.Â
"Aku menyukainya karena irasional, abstrak dan tidak pernah berulang. Kemungkinannya tak terbatas."
Ketika kapalnya sudah siap, mereka menyadari ada satu hal yang kurang. Mereka belum bisa membuat pizza.
Satu bulan sebelum pembukaan besar-besaran mereka mendaftarkan diri ke Goodfellas -- sekolah memasak di Staten Island -- karena Sahsa ingin membuat pizza khas kota New York.
"Untuk urusan pizza Sasha agak sombong, karena ia berasal dari Manhattan," ungkap Tara.
Hanya dalam seminggu mereka sudah bisa membuat pizza khas kota yang dikenal dengan julukan The Big Apple itu.
'Pizza Pi', mulai beroperasi pada November 2014, sementara mereka harus mencari tempat baru untuk hidup agar bisa memenuhi persyaratan departemen kesehatan.
Pelanggan dapat melakukan pemesanan secara langsung, melalui radio, ponsel atau bahkan email. Sementara pengiriman hanya dilakukan bagi pesanan di Christmas Cove.
Mereka berjualan pizza di tengah-tengah November hingga akhir Juli, dan cuti selama tiga bulan pada musim badai.
Agar terlihat menonjol, menu mereka berubah setiap 3 bulan dan mereka bahkan menggunakan bahan-bahan segar dari daerah setempat.
Mereka mengatakan seseorang pernah memesan piza dan memaksa melakukan pembayaran dengan lobster, meski terbilang aneh, mereka menerima tawaran pelanggan tersebut.
Namun, pemesanan teraneh mereka adalah ketika seorang pria datang untuk mengambil pizza dengan berenang. "Kami bertanya, 'tunggu dulu, bagaimana kau akan membawa piza ini?'" kata Tara.
Akhirnya, ia mempersilahkan pria itu untuk makan di dapur dan membuatnya menunggu 30 menit agar tidak mengalami kram ketika berenang kembali ke daratan.
Mereka bekerja dari pukul 11.00 hingga 18.00, dengan rata-rata membuat sekitar 25 pizza setiap harinya. Pada puncak kesibukan, mereka bisa membuat 30 hingga 40 roti ala Italia itu dengan sejumlah kapal yang datang untuk mengambil pesanan.
Ketika mereka selesai menjual pizza , keduanya bermalas-malasan di atas kapal sambil menikmati matahari terbenam.