Sukses

Aurora di Planet Ini Mampu Kendalikan Matahari

Aurora Jupiter begitu terang dan digdaya sehingga malah aurora itulah yang mengendalikan susunan kimia atmosfer Jupiter.

Liputan6.com, London - Fenonema Aurora Borealis yang tampak seperti tirai pendar cahaya di langit Kutub Utara planet Bumi ternyata terjadi juga di planet lain.

Sebagaimana halnya dengan di planet Bumi, fenomena cahaya di planet lain juga berkaitan dengan terpaan matahari.

Dikutip dari Daily Mail pada Rabu (23/3/2016), para peneliti dari University College London (UCL) untuk pertama kalinya menyaksikan aurora di planet Jupiter. Bedanya, karena besarnya energi dalam prosesnya, aurora di sana terdiri dari sinar X, bukan cahaya yang dapat terlihat mata.

Penelitian itu sendiri menggunakan data yang dikumpulkan oleh Chandra X-Ray Observatory milik NASA. Para peneliti mengungkapkan bahwa badai Matahari menjadi pemicu aurora sinar X yang 8 kali lebih terang daripada yang biasa.

“Aurora di sana ratusan kali lebih berenergi dan jauh lebih besar daripada yang ada di Bumi, “ kata William Dunn, pimpinan penulis sekaligus mahasiswa PhD di Mullard Space Science Laboratory, UCL.

“Permukaan Bumi bisa cukup kalau ditaruh di dalam aurora planet Jupiter. Susunan kimia atmosfer planet Bumi secara garis besar dikendalikan oleh matahari, sedangkan aurora Jupiter begitu terang dan digdaya sehingga malah aurora itulah yang mengendalikan susunan kimia atmosfer Jupiter, jauh melebihi matahari.”

“Jadi, kalau orang di permukaan Juipter melihat ke langit, akan kelihatan aurora yang membentang di langit sejauh mata memandang dan jauh lebih terang daripada matahari, bahkan di siang hari.”

“Seandainya mata kita bisa melihat sinar X, maka kelihatan aurora itu berdenyut, yaitu terang dan redup setiap sekitar 45 menit. Kalau sedang ada badai matahari, denyutnya setiap 26 menit. Di aurora itu juga cukup hangat karena diterpa banyak radiasi merah infra.”

Ilustrasi terpaan angin matahari yang memampatkan magnetosfer planet Jupiter sehingga memicu aurora sinar X di planet raksasa tersebut. (Sumber JAXA)

Lanjut Dunn, “Ada adu kekuatan antara terpaan angin Matahari dan magnetosfer Jupiter. Kami ingin mengerti interaksi ini dan dampaknya pada planet tersebut.”

“Dengan mempelajari bagaimana aurora berubah, kita dapat menemukan lebih banyak tentang wilayah angkasa yang dikendalikan oleh medan magnetik Jupiter dan apakah hal ini dipengaruhi oleh matahari.”

“Pengertian hubungan itu penting bagi begitu banyaknya benda-benda magnetik di sepanjang tata surya, termasuk di eksoplanet, planet kerdil, dan bintang neutron.”

Matahari terus menerus melontarkan semburan partikel ke ruang angkasa melalui angin matahari. Ketika ada badai raksasa meletup, anginnya menjadi lebih kuat dan memampatkan magnetosfer Jupiter sehingga menggeser perbatasan lapisan magnetosfer itu dengan angin matahari. Pergeseran batas itu sekitar 2 juta km di angkasa.

Penelitian ini menemukan bahwa interaksi di perbatasan itu memicu sinar X berenergi tinggi di “Langit Utara” Jupiter dan melingkupi suatu daerah yang lebih luas daripada permukaan Bumi.

Dampak badai Matahari pada aurora di Jupiter dilacak melalui pemantauan sinar X yang dipancarkan dalam dua pengamatan yang masing-masing berlangsung selama 11 jam pada Oktober 2011. Saat itu, semburan massif korona (coronal mass ejection, CME) antar planet diperhitungkan telah mencapai planet itu.

CME antar planet merupakan letupan masif gas dan medan magnet yang muncul dari korona matahari dan dicetuskan menjadi angin matahari.

Dunn menambahkan, “Pada tahun 2000, salah satu temuan paling mengejutkan adalah ‘titik panas’ sinar X cemerlang pada aurora yang melakukan rotasi bersama-sama dengan planetnya.”

“Titik panas itu mendenyutkan semburan sinar X setiap 45 menit, seakan seperti lampu mercusuar untuk planet. Ketika badai matahari tiba pada 2011, kami melihat titik panas itu berdenyut lebih cepat, yaitu lebih berkilau setiap 26 menit.”

“Kami belum yakin tentang apa yang menyebabkan penambahan kecepatan yang bertambah selagi ada badai, kami menduga denyutan ini berhubungan dengan angin matahari dan juga aurora baru yang terang benderang itu.”

Para ilmuwan menggunakan kumpulan data untuk menciptakan gambar bola guna menentukan sumber kegiatan sinar X dan mencirikan daerahnya supaya nantinya bisa menyidik di saat lain.

Rekaan artis tentang misi wahana angkasa Juno ke planet Jupiter. (Sumber NASA)

Temuan ini melengkap misi Juno oleh NASA yang akan tiba di Jupiter pada musim panas nanti. Misi tersebut bertujuan untuk mengerti hubungan antara dua struktur terbesar dalam tatasurya, yaitu wilayah angkasa yang dikendalikan oleh medan magnet Jupiter dan wilayah yang dikendalikan oleh angin matahari.

Sebagai bagian dari misi itu, Juno akan menyidik hubungan Jupiter dengan matahari dan angin matahari dengan cara mempelajari medan magnetik, magnetosfer, dan aurora planet itu.

Tim UCL berharap untuk menemukan bagaimana sinar X menjelma melalui pengumpulan data pelengkap mengunakan XMM-Newton—yaitu suatu pengamatan sinar X milik European Space Agency (ESA)—dan Chandra X-ray milik NASA.

Kata Dunn kepada MailOnline, “Kita hanya pernah melihat sisi siang hari aurora Jupiter tersebut, karena hanya itulah yang terlihat dari planet Bumi.”

“Artinya, kita tidak tahu apa yang terjadi di sisi malamnya. Juno akan memberikan kesempatan pertama untuk melihat aurora di sisi malam Jupiter. Seperti apa—kita sama-sama masih menebaknya. Ini sebenarnya agak aneh, karena di Bumi kita terbiasa menyaksikan cahaya utara saat malam hari.”

“Dengan membandingkan temuan dari Jupiter dengan apa yang sudah kita ketahui di Bumi akan membantu menjelaskan bagaimana cuaca angkasa digerakkan oleh angin matahari yang berinteraksi dengan magnetosfer Bumi,” kata profesor Graziella Branduardi-Raymont yang juga berasal dari Mullard Space Science Laboratory di UCL.

“Pengertian baru tentang bagaiman atmosfer Jupiter dipengaruhi oleh Matahari akan membantu kita mencirikan atmosfer eksoplanet sehingga memberikan petunjuk apakah sebuah planet kemungkinan menyokong kehidupan sebagaimana yang sudah kita kenal.”

Penelitian lain di bawah pimpinan Tomoki Kimura dari badan antariksa Jepang (Japan Aerospace Exploration Agency, JAXA) baru saja terbit pada Selasa lalu, bekerjasama dengan para peneliti UCL.

Penelitian itu melaporkan bahwa aurora sinar X ternyata menanggapi ‘hembusan’ angin matahari yang agak lebih tenang. Hal ini memperdalam hubungan antara Jupiter dan angin matahari.