Liputan6.com, Idomeni - Berkat keahlian seorang seorang insinyur kelistrikan bernama Ilias Papadopoulos, ribuan pengungsi yang bertebaran dalam tenda di desa Idomeni, Yunani kini bisa menghubungi keluarga mereka dengan Wi-fi gratis yang telah ia sediakan.
Cemas para pengungsi tidak bisa menghubungi kerabat mereka dan betapa pentingnya komunikasi, ia membangun stasiun Wi-Fi dalam sebuah rumah mobil bekas pada September tahun lalu.
Baca Juga
Papadopoulos, mendapatkan ide itu ketika melakukan kunjungan ke Idomeni pada bulan Agustus untuk memberikan mereka pertolongan sukarela. Ia ingin semua orang di perkemahan mendapatkan akses internet secara gratis.
Advertisement
Berkendara dengan mobil, desa tersebut berjarak satu jam dari Thessaloniki, kota di mana Papadopoulos tinggal. Ketika ia tiba di perkemahan, ia melihat sebagian besar pengungsi memiliki ponsel pintar, namun tidak memiliki kartu SIM atau koneksi internet.
Selama beberapa minggu, Papadopoulos menghabiskan 5.000 euro atau sekitar Rp 73 juta untuk mendapatkan peralatan yang diperlukan untuk membuat pusat stasiun Wi-Fi.
Baca Juga
Sebagai sumber tenaga ia memasang panel surya. Ia lengkapi stasiun Wi-Fi ciptaannya dengan baterai yang akan mengisi pada siang, agar dapat digunakan ketika malam tiba.
Laptop bekas ia manfaatkan sebagai panel kendali, dengan dua jalur ADSL, menyediakan koneksi lamban namun stabil.
Papadopoulos mengatakan ia lebih memilih untuk menggunakan konskei VDSL, yang lebih cepat, tapi sayangnya desa di sana tidak memiliki konektivitas semacam itu.
Dikutip, Oddity Central, koneksi dibagikan kepada delapan titik -- lampu yang menyala hijau (single band) atau biru (dual band) -- di seluruh kemah.
Ia memilih single dan dual band karena ponsel pintar yang digunakan sebagian besar pengungsi merupakan model standar, dan hanya bisa mengakses koneksi single band, sementara yang lebih canggih bisa memilih dual band.Â
Namun segala sesuatu memiliki batasan. Satu titik hanya bisa menampung 120 pengguna, dan keseluruhan sistem hanya bisa melakukan 960 koneksi dari jumlah pengungsi di Idomeni yang mencapai 15.000.
Hal ini membuat koneksi lamban pada siang hari, tapi lebih lancar pada malam hari di mana sebagian besar orang tertidur.
Para pengungsi mengatakan mereka sangat bahagia bisa mendapatkan akses internet, meskipun koneksi buruk.
"Dia penyelamat," ungkap pengungsi Suriah bernama Yazan kepada Mashable.
"Hampir semua pengungsi memanfaatkan internet untuk berhubungan dengan keluarga yang terpisah karena peperangan di negara mereka," ungkap Sinan, pengungsi asal Irak.
Melihat kesuksesan pada stasiun Wi-Fi pertamanya, kini Papadopoulos berniat untuk lebih membantu para pengungsi. Ia berencana untuk membuat sistem serupa di perkemahan pengungsi lainnya.
Namun, hal itu tidak bisa dilakukannya tanpa biaya. Ia kini sedang mencari sponsor untuk mendanai proyeknya tersebut.