Liputan6.com, Jakarta - Ledakan bom kembali mengguncang ibukota sementara Yaman, Aden. Insiden tersebut terjadi pada Jumat 25 Maret 2016 malam waktu setempat.
"Tiga ledakan menewaskan 25 orang dan melukai beberapa lainnya," kata seorang pejabat keamanan kepada Xinhua yang dimuat Sabtu (26/3/2016).
Baca Juga
Baca Juga
Menurut keterangan dari Komando Militer Aden, ledakan besar itu akibat ulah pengebom bunuh diri yang berusaha menyerang markas utama pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Distrik Buraiga, Aden.
Advertisement
"Seorang pengebom bunuh diri meledakkan ambulans berisi peledak di dekat sebuah pos pemeriksaan militer yang menghubungkan pangkalan utama pasukan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UAE) di Aden," tutur sumber yang dirahasiakan identitasnya.
Dia menambahkan, dua pengebom bunuh diri lainnya meledakkan diri dengan sasaran pos tentara di dekat pangkalan militer yang dikuasai oleh ratusan prajurit Arab Saudi dan UAE di distrik tersebut.
Berdasarkan penuturan petugas medis di Rumah Sakit Umum Aden, 25 korban tewas akibat 3 ledakan beruntun itu. Sebagian besar merupakan warga sipil, sementara 15 lainnya terluka.
Pejabat pemerintah setempat mengungkapkan, puluhan penyerang melancarkan serangan bersenjata terhadap pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Buraiga, setelah terjadi bom bunuh diri ganda di daerah itu. Namun, jet tempur dan helikopter UAE campur tangan dan membombardir para penyerang yang berhasil menggagalkan operasi teror.
Kota pelabuhan Aden tengah kacau selama beberapa bulan terakhir, mengakibatkan terbunuhnya mantan gubernur Aden, beberapa perwira senior keamanan, dan hakim.
Situasi keamanan yang bergolak di Aden dan Provinsi Lahj serta Abyan di bagian selatan, adalah salah satu tantangan terbesar bagi pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.
Sejauh ini kelompok koalisi tersebut telah mengirimkan ribuan tentara dari Arab Saudi, UAE, Sudan, dan Bahrain ke lima provinsi anti-Houthi di selatan Yaman, untuk mendukung dan melatih pasukan keamanan Yaman lokal.
Yaman merupakan negara miskin di Jazirah Arab dan berada dalam cengkeraman aksi perlawanan kelompok Al-Qaeda paling aktif di wilayah Timur Tengah, dan kelompok yang berafiliasi kepada ISIS.
Situasi keamanan di negara itu memburuk sejak Maret 2015, saat perang pecah antara kelompok Syiah Houthi yang didukung oleh mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, dan pemerintah yang didukung oleh koalisi yang dipimpin Arab Saudi.