Liputan6.com, Manila - Kelompok teroris yang menamakan dirinya Abu Sayyaf terkenal sebagai grup yang kerap melakukan aksi pengeboman, pembunuhan, penculikan, dan pemerasan.
Baru-baru ini, Abu Sayyaf menculik dan menyandera warga sipil. Kali ini, korbannya adalah 10 ABK dari Indonesia. Mereka ditahan saat membawa 7.000 ton batu bara di perairan Zulu Filipina.
Penyanderaan 10 ABK warga negara Indonesia ini adalah terbesar sejak krisis penyanderaan pada 2001.
Advertisement
Baca Juga
Pada 21 September 2015, Abu Sayyaf menculik dan menyandera dua warga Kanada, satu warga Norwegia dan satu warga Filipina. Mereka adalah turis dan pemilik Resor Oceanview di Pulau Samal, yang berada di pantai selatan Pulau Mindanao,
Lalu, Selasa 3 November 2015, sebuah video terbaru dipublikasikan secara online. Dalam rekaman itu, keempat sandera duduk di bawah ancaman golok di leher dan salah satu sandera menyebut siapa kelompok itu.
"Kami diminta tebusan satu juta peso untuk satu orang," kata salah satu sandera WN Kanada, John Ridsel, seperti dikutip dari The National Post, Selasa 3 November 2015.
Ridsel menambahkan, "Saya minta kepada PM Kanada dan rakyat Kanada, tolong bayar tebusan kami atau hidup kami dalam bahaya." Satu juta Peso kurang lebih Rp 288 juta.
Nasib mereka bersama 10 ABK Indonesia belum diketahui. Uang tebusan diberi tenggat waktu 8 April mendatang. Kalau tidak segera dipenuhi uangnya, tak sedikit dari sandera yang tewas. Sementara, pihak militer Filipina tidak mengenal kebijakan memberikan tebusan.
Kendati demikian, ada beberapa kisah ketika sandera selamat dari cengkeraman Abu Sayyaf. Berikut 3 kisah pengalaman mengerikan bebasnya sandera dari kelompok Abu Sayyaf yang Liputan6.com kumpulkan dari berbagai sumber.
Gracia Burnham, Menyaksikan Sang Suami Tewas
Pada 2002 semua mata di penjuru dunia berpusat pada pembebasan dua misionaris AS oleh Abu Sayyaf, Martin dan Gracia Burnham.
Selama satu tahun lebih mereka disandera sebelum akhirnya militer Filipina membebaskannya. Namun, kebebasan itu dibayar mahal. Martin tewas, dadanya terkena timah panas.
Pada 2001, Martin dan Gracia diculik saat merayakan 18 tahun ulang tahun pernikahan mereka di sebuah resor di Palawan. Mereka diculik bersama puluhan tamu lain.
Mereka menghabiskan berbulan-bulan di hutan, berpindah dari satu tempat lain dan mengandalkan dedaunan serta air hujan dan sungai untuk hidup sehari-hari.
"Apapun yang di hadapan kami, kami makan dan minum. Air hujan, air sungai, tumbuhan. Itu semua jawaban doaku kepada Tuhan," kata Gracia berkisah kepada CBN, Juni 2012.
"Aku ingat di mana kami 10 hari tanpa makan. Aku tak tahu apakah kami mampu hidup. Lalu aku berkata pada Martin kalau aku tak tahu kapan bisa bertahan, dan ia berkata, 'Tahu tidak Gracia, kupikir kita bisa keluar dari sini. Hanya tak tahu kapan'."
Saksikan Martin Tewas
Saat itu 7 Juni 2002. Suara tembakan memekakkan telinga di hutan yang sunyi. Tiba-tiba puluhan tentara militer Filipina menyerbu kelompok Abu Sayyaf untuk membebaskan pasangan itu.
"Kakiku tertembak saat kami belum tiarap. Aku tersungkur jatuh ke kaki bukit, mendapati Martin yang tergeletak dengan darah di dadanya," kenang Gracia.
"Martin terbaring dengan nafas berat, seperti mengorok. Kupikir, ia tengah sekarat. Aku tak yakin, aku belum pernah melihat orang mati. Aku segera memberi isyarat aku masih hidup. Saat tentara militer menarikku, aku melihat Martin pucat, saat itu aku tahu, ia telah tiada."
Gracia kini kembali ke AS, tinggal di Kansas. Anak-anaknya mengikuti jejak orangtua mereka. Menjadi misionaris di dunia ketiga.
Advertisement
Lorenzo Vinciguerra, Gorok Leher Pemimpin Abu Sayyaf
Tiga tahun disandera Abu Sayyaf membuat Lorenzo Vinciguerra memutuskan untuk bertindak. Fotografer pemerhati burung asal Swiss itu beraksi melawan penyanderanya.
Saat itu, militer Filipina berhasil menemukan persembunyian grup teroris itu. Mereka melepaskan peluru ke arah anggota Abu Sayyaf, pada Desember 2014.
Momen itu tak disia-siakan Lorenzo. "Ia menggunakan waktu tepat untuk melawan," kata Kolonel Resituto Padilla kepada BBC.
Lorenzo menggorok leher komandan Abu Sayyaf hingga tewas dan saat kabur ia sempat tertembak oleh salah seorang anggota kelompok itu yang telah menyanderanya di pulau Jolo, Mindanao.
Saat disandera di Tawi-tawi pada Februari 2012, ia bersama fotografer lainnya dari Ewold Horn.
"Waktu mereka kami bebaskan dan Lorenzo melawan, ia sempat berteriak kepda Horn untuk lari, namun warga Belanda itu berkata bahwa ia terlalu lemah untuk belari," kata Padilla lagi.
Hingga kini, nasib Horn tidak diketahui. Pemerintah Belanda masih berupaya membebaskannya.
Thien Nyuk Fun Bebas dengan Uang Tebusan
Pemilik restoran Thien Nyuk Fun dan Bernard Then diculik Abu Sayyaf dari Sandakan pada Mei 2015. Mereka disandera setelah 6 bulan.
Fun berhasil dibebaskan setelah pemerintah Malaysia setuju membayarkan tebusan sebesar 3 juta Ringgit.
"Kami lega ia dibebaskan dan keluarganya berbahagia," kata Kepala Menteri Sabah, Datuk Seri Musa Aman, November 2015. Selama menjadi sandera dilaporkan keduanya sakit
Namun, hingga saat ini Fun enggan berkisah lebih banyak tentang pengalamannya. Sebab, rekannya Then yang turut disandera tewas padahal uang tebusan telah dikirim. Ia dan keluarganya memutuskan tidak berbicara kepada media, untuk menghormati keluarga Then.
Sejumlah intelijen Filipina mengatakan Abu Sayyaf memutuskan memenggal Then setelah pemerintahnya memutuskan melakukan operasi militer besar-besaran.
Dugaan lain, Then dianggap sakit dan lamban saat grup itu harus menghindari serbuan militer.
Sementara, spekulasi lain, mengatakan, uang yang diterima Abu Sayyaf untuk keduanya kurang dari angka yang diminta. Sumber di Filipina mengatakan, uang itu telah diambil oleh beberapa politisi Malaysia maupun Filipina.
Advertisement