Liputan6.com, Seoul- Korea Selatan selama ini dipandang sebagai negara yang kaya akan individu dengan segudang talenta. Ini dibuktikan dengan berhasilnya industri musik beserta selebritinya dalam meraup popularitas berskala internasional.
Selain industri kreatif, negara ini juga kaya akan penduduk yang gemar minum kopi. Di ibukota Korsel, Seoul, kopi bahkan sudah mendarah daging atau menjadi bagian dari gaya hidup warga mereka.
Baca Juga
Hampir setiap gedung di kota Seoul mempunyai kedai kopi.
Advertisement
Kegemaran terhadap kopi pun tumbuh pesat sejak dibukanya cabang perusahaan kedai kopi terbesar di dunia, Starbucks di negara-negara lain termasuk Korea Selatan. Terlebih, penjualan kopi di banyak lokasi selain kedai membuatnya semakin populer.
Baca Juga
Melansir dari Reuters, jumlah kedai kopi atau lokasi retail yang menyajikan kopi meningkat secara drastis dari jumlah awal 12.400 di tahun 2011 menjadi 49.600 tahun 2015 kemarin. Rasa cinta dan ketergantungan pada kopi di kota ini pun terus meningkat.
Tidak hanya kedai kopi besar, kopi-kopi cepat saji di minimarket atau dalam bentuk bungkusan pun kini laku keras.
Seperti di jaringan retail asal Amerika, 7Eleven di Seoul menjual segelas kopi dengan harga yang dikategorikan sangat murah, yaitu hanya 87 sen atau sekitar Rp 11 ribu. Walaupun rasa mungkin tidak seenak kopi yang disajikan di kedai-kedai besar, warga di sana tetap menikmatinya dengan sepenuh hati.
Keuntungan 7Eleven Korea Selatan, yang beroperasi dibawah naungan perusahaan Lotte Shopping Co Ltd kemudian meroket 88 persen pada 2015. Ini dikarenakan adanya kopi seduh yang harganya lebih mahal yakni 1 dolar atau sekitar Rp 13 ribu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa para pengusaha kopi di kalangan menengah ke bawah atau perusahaan retail yang tidak mahir di bidang kopi pun mempunyai kemampuan untuk bersaing dengan kedai kopi besar.
Dengan begitu, kedai kopi besar tidak bisa meremehkan tempat-tempat lain yang menyajikan minuman serupa.
Ediya, salah satu kedai kopi terbesar di Korsel yang kerap dianggap sebagai ‘Starbucks-nya Korsel’ pun terus berinovasi agar tidak kalah populer dengan sejenisnya.
"Biasanya kami mengumpulkan semua karyawan untuk mendiskusikan strategi baru," jelas CEO Ediya, Moon Chang-ki kepada Newsweek yang dimuat Rabu (6/4/2016).
Sebagai salah satu kedai kopi terbesar, Ediya kini mempunyai sekitar 1.800 cabang. Moon Chang-ki menjelaskan bahwa pihaknya tidak akan tergoda untuk menurunkan harga kopi mereka meski banyak kompetitor yang menjual dengan harga lebih terjangkau.
"Apabila kami menurunkan harga kopi senada dengan tempat lainnya, kami tidak akan memperoleh margin atau keuntungan apapun," tambahnya.
Untuk bersaing, Moon Chang-ki mengatakan bahwa pihaknya lebih fokus pada peningkatan kualitas kopinya. Ia pun lanjut menjelaskan bahwa banyak retail lainnya menggunakan strategi seperti mengurangi jumlah pekerja atau memperluas jaringan cabang kedai kopinya ke ranah internasional agar bisa tetap bersaing dan meraup untung besar.
Dilansir dari Dailycoffeenews, semua yang sedang berjuang di industri atau perusahaan kedai kopi di Korea Selatan, terutama di kota Seoul dihadapi dengan berbagai macam kompetitor.
Lee Kyung-hee, Kepala dari Korean Business Strategy Institute menceritakan bahwa kini restoran dan klub malam pun sudah menyajikan kopi. Terlebih, ia mengatakan tidak mungkin tidak ada mesin kopi di kantor-kantor.
Jadi menurutnya, siapapun yang bermain dalam industri ini sedang dalam perang tanpa batas.