Liputan6.com, Ludwigshafen - Raja Bansah atau Togbe Ngoryifia Céphas Kosi Bansah memerintah wilayah tradisional Gbi di Hohoe, Ghana.
Rakyatnya hanya terdiri atas 200 ribu orang. Namun, pria itu juga menjadi tetua dan pemimpin spiritual masyarakat Ewe. Itu berarti, ia menjadi panutan sekitar 2 juta orang di Togo.
Namun, sang raja tak tinggal di Ghana atau Togo. Ia menetap di Ludwigshafen, Jerman. Di rantau, ia menjalani kehidupan ganda.
Baca Juga
Apa kehidupan keduanya? Sebagai mekanik di bengkel.
Pada 1970, Céphas Bansah -- demikian ia akrab dipanggil -- dikirim ke Jerman oleh kakeknya yang menjabat sebagai raja di Hohoe. Di Bundesrepublik Deutschland ia belajar menjadi mekanik.
Saat studinya berakhir, Bansah telanjur betah. Ia memutuskan untuk tinggal. Di Jerman, ia akhirnya membuka bengkel, menikah dengan gadis setempat, menjalani kehidupan yang tenang dan bahagia.
Advertisement
Suatu hari, pada tahun 1987, lembaran faks dari Ghana mengubah hidupnya.
Tertera dalam kertas itu, sang kakek mangkat. Ayah dan kakak tertuanya tak berhak mewarisi takhta. Alasannya, keduanya kidal -- yang dianggap 'tak suci' oleh masyarakat Ewe.
Mau tak mau, Bansah harus menjadi raja. Pria yang kini berusia 67 tahun itu menerimanya dengan alasan ingin berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan rakyatnya. Namun, pria itu tak mau pulang.
Maka setiap harinya, ia bekerja dari pukul 09.00 - 17.00 di bengkel, sebagai mekanik yang memperbaiki mobil. Sementara, ia menjalankan roda kerajaannya lewat telepon, email, dan belakangan Skype.
Seperti dikutip dari Vice, Raja Bansah pergi ke Ghana, beberapa kali dalam setahun. Sering kali, kepulangannya yang sementara disertai istrinya yang berasal dari Jerman, Gabriele.
Perjalanan jauh ditempuh agar ia bisa menampung aspirasi rakyatnya.
Meski Ghana menganut sistem pemerintahan yang demokratis sejak 1992, para raja tradisional tetap memiliki peran penting sebagai mediator dan pengurus banyak hal.
Raja Bansah membangun sejumlah sekolah, jembatan, dan sumur. Ia juga mendonasikan pompa air dan kendaraan bagi rakyatnya.
Untuk mengumpulkan dana, ia tak canggung menjadi penyanyi, tampil di televisi, dan acara-acara publik di Jerman.
Bansah juga menjual bir produksinya sendiri, Akosombo -- meski ia tak pernah menenggak alkohol dalam hidupnya.
Seorang fotografer Jerman, Christina Czybik menghabiskan waktu sehari bersama sang raja yang unik itu, mengabadikan kesehariannya melalui lensa kamera.
"Percampuran budaya yang dijalaninya sungguh menarik. Bansah mengatakan kepada saya, rakyat Ghana sangat religius," kata Czybik, seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (7/4/2016).
"Mayoritas dari mereka adalah Kristen, namun banyak yang juga masih menganut Voodoo. Tapi bukan dalam arti negatif."
Raja Bansah punya kuil Voodoo kecil di ruang tengahnya. Di sana ada semacam tanda buatan tangan yang di atasnya tertera tulisan.
"Semoga Michael Schumacher segera pulih," demikian kalimat yang tertera di sana.
Sang raja juga mengundang Czybik menyertainya ke Ghana dalam kunjungan berikutnya September mendatang. Ajakan tersebut tentu disambut gembira. "Saya sudah memesan tiket pesawat ke sana," kata fotografer perempuan itu.