Sukses

Parlemen Memenangkan Keputusan Pelengseran Presiden Brasil

Setelah dilakukan pemungutan suara, majelis rendah parlemen memenangkan tuntutan pelengseran Presiden Brasil, Dilma Rousseff.

Liputan6.com, Brasilia - Parlemen Brasil melakukan pemungutan suara untuk menyetujui pelengeseran presiden wanita pertama Brasil, Dilma Rousseff, pada Minggu malam, 17 April 2016. Selama menjabat, ia diterpa skandal korupsi, penurunan ekonomi nasional, dan menuai kekecewaan dari banyak pihak.

Setelah tiga hari telah diakukan perdebatan sengit, majelis rendah Parlemen, majelis deputi, memilih untuk mengirim kasus Rousseff kepada Senat.

Seperti yang dikutip dari New York Times, Senin (18/4/2016), mereka yang mendesak untuk meminta  pelengseran, harus memenangkan dukungan dua pertiga dari 513 deputi di majelis rendah. Hasil pemungutan suara menunjukkan, sebanyak 324 orang memilih impeachment, 127 tak mendukung impeachment, dan 6 orang abstain.

Jika senat menerima kasus ini, Rousseff akan mundur sementara selama tuduhannya disidangkan. Orang yang akan menggantikannya adalah Wakil Presiden Brasil, Michel Temer, seorang sarjana hukum konstitusi dan politisi berpengalaman.

Mengingat hasil pemungutan suara menunjukkan pemilih pelengesran yang lebih besar, beberapa analis politik mengatakan kemungkinan senat akan mencabut jabatan Rousseff sebagai presiden.

"Politisi tahu bagaimana membaca masyarakat dengan sangat baik, dan mereka dapat merasa bahwa orang-orang ingin ia (Rousseff) dikeluarkan," ujar Ketua Brazil Institute di Woodrow Wilson International Center for Scholars, Washington, Paulo Sotero.

Namun, Rousseff masih dapat mengajukan banding ke pengadilan tertinggi Brasil, Supreme Federal Tribunal.

Beberapa analis politik mengungkapkan bahwa mereka khawatir bahwa impeachment atau mosi tidak percaya Rousseff akan menyebabkan rusaknya demokrasi Brasil yang masih tergolong muda, yaitu sejak 1985, setelah negara tersebut dipimpin oleh diktator militer selama dua dekade.

"Ini adalah kudeta...Ini hanya dalih untuk menurunkan seorang presiden yang telah dipilih oleh 54 juta orang. Ia tak memiliki rekening bank asing, dan ia belum dituduh korupsi, tak seperti orang-orang yang berusaha mendakwa dirinya," ujar analis politik di Pontifical Catholic University, São Paulo, Pedro Arruda.

Meskipun para ahli hukum dan pengamat poltik menyatakan analisa yang berbeda, namun banyak yang menyatakan keprihatinan atas dasar pelengseran itu.

"Hal ini menempatkan peluru yang sangat besar dalam demokrasi Brasil. Ini dapat menjadi contoh berbahaya bagi demokrasi di Brasil, karena dari sekarang setiap kita memiliki presiden yang tak disukai, maka akan ada tekanan untuk memulai proses impeachment."

Presiden Brasil Dilma Rousseff saat mendatangi acara di Istana Planalto, Brasil, (13/4). Dilma Rousseff merupakan Presiden Brasil yang saat ini sedang menerima banyak penolakan dari warga Brasil untuk memimpin Brasil. (REUTERS / Ueslei Marcelino)

Karena perekonomian Brasil yang menurun drastis, jutaan warga kehilangan pekerjaan, dan skandal korupsi besar menyandung Rousseff, ia ditinggalkan oleh banyak sekutunya. Hal ini memberikan momentum untuk diadakan pelengseran oleh saingannya.

"Pemerintahan ini telah kehilangan legitimasi, kredibilitas, dan kemampuan untuk memerintah...Ini situasi yang mengerikan," ujar peneliti di Peterson Institute for International Economics, Monica de Bolle.

Puluhan ribu orang berkumpul di luar gedung parlemen untuk mengekspresikan dukungan mereka pada pemecatan Rousseff. Beberapa dari mereka merayakannya dengan menyalakan kembang api, dan lainnya berkata bahwa tak ada pemenang dalam pemungutan suara Minggu, 17 April 2016.