Sukses

Bangkitnya Gunung Ini Lebih Mengerikan dari Ancaman Nuklir Korut?

Erupsi Gunung Paektu adalah yang terbesar kedua yang tercatat dalam sejarah manusia, setelah Tambora 1815.

Liputan6.com, London - Ada yang lebih mengerikan dari ancaman nuklir Korea Utara: alam. Tim internasional kini sedang meneliti Gunung Paektu, yang terletak di perbatasan Korut dengan Tiongkok.

Erupsi terakhir Paektu terjadi ribuan tahun lalu -- yang terbesar kedua yang tercatat dalam sejarah manusia, setelah letusan Gunung Tambora di Indonesia pada 1815.

Gunung tersebut belakangan menunjukkan tanda-tanda bangkit. Jika itu sampai terjadi, akibatnya bisa katastropik. 

"Jika sampai erupsi, dampaknya akan dirasakan Korea dan China," kata  James Hammond dari University of London, salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian, seperti dikutip dari situs sains New Scientist, Senin (18/4/2016).


Pada tahun 946 Masehi, erupsi Gunung Paektu, gunung tertinggi di Korea, melontarkan 96 kilometer kubik material ke angkasa, 30 kali lipat dari lontaran Vesuvius yang mengubur Pompeii pada tahun 79 Masehi.

Kala itu Vesuvius melontarkan 3,3 kilometer kubik material.

Meski dari ukuran dan dampak erupsinya, hanya sedikit yang diketahui tentang gunung yang dianggap 'keramat' ini.

Mengapa keramat? Pemimpin Korut Kim Jong-il -- ayah Kim Jong-un -- disebut-sebut lahir di kamp rahasia dekat Gunung Paektu. Konon, kelahirannya penuh pertanda supranatural: bintang yang bersinar terang, musim tiba-tiba berganti, dari musim dingin ke semi.

Gunung Paektu dianggap keramat, menjadi tempat lahir dua pemimpin Korut Kim il-sung dan Kim Jong-il (Wikipedia/DPRK)

Sang pendiri Korut, sekaligus presiden seumur hidup Kim Il-sung juga dikabarkan lahir di gunung tersebut.

Perlu kerja sama lintas negara untuk menguak misteri Gunung Paektu. Para peneliti Barat dilibatkan dalam penelitian tersebut, sebab tim investigasi Korut, yang dipimpin Ri Kyong-song dari Badan Gempa di Pyongyang, membutuhkan akses sejumlah peralatan dan data ilmiah.

Para ahli vulkanologi China, yang juga memonitor gunung yang mereka sebut sebagai Changbaishan, juga membutuhkan informasi dari pihak Korea.

Pihak China dan Korea terus memonitor Paektu secara lebih dekat sejak tonjolan misterius terlihat di dalam dan sekitar gunung antara tahun 2002 dan 2005. Penelitian GPS menunjukkan ada deformasi tanah, peningkatan emisi gas, dan gemuruh seismik.

Tonjolan misterius terlihat di dalam dan sekitar Gunung Paektu antara 2002 dan 2005 (Wikipedia)

"Ini menjadi prioritas kedua negara. Keduanya memiliki jaringan pemantauan gunung berapi, terus mengawasi Paektu," kata Hammond.

Hammond dan peneliti lain dari Barat diundang ke Korut pada 2011, untuk memasang 6 seismometer dalam jarak 60 kilometer dari gunung tersebut -- untuk mendeteksi gelombang seismik dari gempa bumi di tempat lain di dunia yang melewati tanah di bawah Paektu.

Gelombang seismik merambat pada kecepatan yang berbeda melalui batuan padat dan cair, memberikan informasi pada para ilmuwan terkait apa yang ada di bawah gunung tersebut.

Hasilnya menunjukkan bahwa memang ada magma yang luas di bawah gunung berapi. "Itu adalah campuran lembek dari batuan dan kristal yang mencair yang turun menembus kerak yang dalamnya sekitar 35 kilometer," kata Hammond.

Meski demikian belum ada kolam magma cair yang terbentuk dekat permukaan -- yang dianggap gejala awal letusan.

Pada tahun 946 Masehi, erupsi Gunung Paektu melontarkan 96 kilometer kubik material ke angkasa (Wikipedia)


Peneliti terus berupaya menjawab banyak pertanyaan tentang Paektu, di antaranya di mana kolam magma terbentuk, berapa banyak, dan apa implikasinya.

"Ketika jumlah magma sampai di titik tertentu, dengan tekanan yang sesuai, maka gunung tersebut bisa jadi meletus," kata Hammond.

Hingga saat ini, para peneliti belum yakin berapa banyak magma yang terkumpul sampai Paektu bisa meletus.

Sains Melampaui Politik

Itu sebabnya, kata Hammond, kolaborasi tersebut akan terus berlanjut untuk beberapa waktu. "Kami akan membahas apa yang akan kita lakukan selama 12 bulan ke depan, dan jangka panjang selama 5 sampai 10 tahun ke depan," kata dia.

Setelah bertahun-tahun bekerja sama, kedua tim harus tahu satu sama lain dengan baik, berbicara soal geologi melalui penerjemah pada siang hari, dan pada malam hari mereka menuju restoran atau bar karaoke.

Tidak ada muatan politik sama sekali, semata-mata untuk ilmu pengetahuan.

Foto Kim Jong-il saat mendaki Gunung Paektu (AFP)



"Tidak ada unsur politik sama sekali.  Kami bekerja sama untuk memahami sebuah gunung berapi besar. Fakta kami menjalin dialog adalah contoh yang baik bahwa ilmu melampaui perbedaan politik," kata Hammond.

Ri juga menghabiskan satu bulan di Inggris menyelesaikan hasil dan draft untuk publikasi.

Korea Utara berniat membuka pintu bagi para ilmuwan, melalui lembaga yang disebut Piintec.