Liputan6.com, Yogyakarta - Indonesia menjadi inisiator pertemuan trilateral (tiga negara) antara Indonesia, Malaysia dan Filipina di Gedung Agung Yogyakarta. Pertemuan itu melahirkan Joint Declaration dengan empat poin kesepakatan.
Kesepakatan pertama adalah dengan adanya Joint Coordinated Patrol antar tiga negara. Namun masih dibahas secara detail oleh masing-masing panglima tentara dalam waktu dekat. Kedua, masing-masing negara akan memberikan bantuan segera jika ada seseorang atau kapal yang mengalami distressed atau membutuhkan bantuan.
Baca Juga
Baca Juga
Ketiga, tiga negara bersepakat membuat National Vocal Point untuk melakukan sharing informasi secara cepat. Terakhir, membuat hotline untuk mempercepat koordinasi dalam merespons kondisi darurat.
Advertisement
"National Vocal Point untuk fasilitasi sharing informasi dalam waktu singkat, dalam menanggapi situasi emergency dan sepakat membuat hotline communication," ujar Menlu Retno usai pertemuan di Gedung Agung Yogyakarta, Kamis (5/5/2016).
Menlu Retno mengatakan pertemuan ini dilakukan karena wilayah perairan di antara tiga negara itu, memegang satu posisi strategis dan penting bagi ekonomi ketiga negara. Misalnya di daerah perairan Indonesia ada 500 spesies reef building corals dan 2.500 spesies hewan laut.
Selain itu di wilayah tersebut juga ada destinasi wisata. Hal ini telah membuat peningkatan ekonomi di wilayah itu meningkat hingga 70%.
"Betapa kaya sumber alam di lautan itu, mega diversity. Wilayah itu memproduksi ikan-ikan. 10 persen ikan tangkapan kita ada di situ. Di wilayah tiga negara itu ada destinasi turis yang sangat potensial."
"Selain tiga negara itu, kita ada The Brunei Darussalam- Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). Pertumbuhan ekonomi 2009-2013 itu mencapai 70 persen atau senilai 166 miliar," ujarnya.
Namun menurut Retno, wilayah itu memiliki beberapa tantangan, di antaranya aksi perompakan bersenjata, kejahatan transnasional, terorisme di kawasan tersebut. Tantangan itu coba dihadapi dengan pertemuan tiga negara.
Retno mengatakan, jika wilayah itu memiliki posisi strategis dan penting. Walaupun wilayah itu mendatangkan tantangan yang ada. Menurut Retno pertemuan itu berjalan konstruktif dan terbuka, sehingga siap menghadapi tantangan tersebut.
"Jadi Indonesia menjadi inisiatif untuk tuan rumah untuk menjawab tantangan tersebut. Jika tidak mampu hadapi tantangan kita akan terganggu. Apalagi yang tinggal didaerah tersebut. Dan yang melakukan perekonomian tersebut," pungkas Menlu Retno.