Liputan6.com, Washington - Kandidat calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tiba-tiba mendeklarasikan perasaan 'cintanya' pada masyarakat Hispanik. Caranya, dengan mengumumkan bahwa dirinya adalah pecinta taco, makanan khas Meksiko yang berisikan daging dan sayuran.
Tak hanya itu, Trump juga memosting ucapan selamat hari Cinco De Mayo atau libur dalam rangka perayaan warisan dan kebanggaan bangsa Hispanik melalui akun Twitternya, @realDonaldTrump.
Baca Juga
Langkah Trump itu dipertanyakan banyak pihak. Sebab, pada awal kemunculannya sebagai kandidat capres dari Partai Republik, miliarder nyentrik kerap melontarkan pernyataan yang menyinggung warga Hispanik.
Advertisement
Dalam salah satu pernyataan kontroversialnya Trump mengatakan, Meksiko telah mengirim 'penjahat' dan 'pemerkosa' ke AS.
Baca Juga
Dalam kampanyenya, Donald Trump bahkan mengutarkan niat akan dinding pembatas antara AS dan Meksiko untuk menghalangi masuknya imigran gelap.Â
Banyak orang yang mempertanyakan ketulusan Trump, yang dalam Twitternya mengatakan, dirinya mencintai masyarakat Hispanik bahkan akan memberikan mereka pekerjaan.
Pesaing Trump dari Partai Demokrat, Hillary Clinton salah satu yang ragu. Mantan Menlu AS itu membandingkan cuitan Trump yang terbaru dan sebelumnya, yakni pernyataan, "Saya cinta Hispanik" dengan "Mereka akan dideportasi."
Sementara itu, pengakuan Donald Trump terkait kegemarannya makan taco tersebut dimanfaatkan sebuah restoran, Chiptle, untuk mempromosikan produk mereka.
Komedian dan aktor AS keturunan Meksiko, George Lopez juga ikut bereaksi menanggapi kicauan Donald Trump.
Sang aktor mengatakan, bukan tidak mungkin taco yang dimakan Trump dibuat oleh imigran ilegal yang sebelumnya ia sebut bakal dideportasi.
Poisisi Donald Trump kian mantap untuk maju sebagai calon presiden AS dari Partai Republik setelah rival separtainya Ted Cruz keok di pemilihan pendahuluan atau primary negara bagian Indiana.
Trump tidak hanya diharapkan dapat mengalahkan pesaingnya, Hillary Clinton namun juga dapat menyatukan suara dari Partai Republik -- di tengah keengganan para elite GOP (Grand Old Party) untuk mendukungnya menjadi penguasa Gedung Putih.
Â