Sukses

Temuan Unik, Mumi Janin 'Keguguran' Berusia 18 Minggu

Janin itu secara hati-hati dibungkus dengan kain, lalu dilumuri atasnya dengan cairan getah hitam sebelum petinya ditutup.

Liputan6.com, Cambridge - Mumi termuda sedunia ditemukan dalam peti mati kecil di sebuah museum Inggris. Di dalamnya terdapat janin manusia yang diperkirakan berusia 18 minggu.

Janin itu diawetkan melalui suatu ritual pemakaman kuno sehingga menggambarkan betapa berharganya anak yang belum lahir bagi warga Mesir Kuno.

Temuan ini sekaligus menjelaskan bagaimana mereka menghadapi keguguran bayi, demikian menurut para ahli sejarah.

Dikutip dari Daily Mail pada Kamis (12/5/2016), temuan penting ini dilakukan oleh para pakar di Museum Fiztwilliam, Cambridge, Inggris, ketika mereka sedang memeriksa peti kayu yang disumbangkan ke museum oleh para ahli arkeologi pada 1907. 

Sebenarnya dalam makam Firaun Tutankhamun ada dua janin yang dijadikan mumi dan ditempatkan dalam peti-peti terpisah. Namun demikian, keduanya berusia lebih tua, yaitu 25 dan 37 minggu dalam masa kehamilan.

Julie Dawson, kepala pelestarian di Museum Fitzwilliam, mengatakan, "Dengan menggunakan teknologi modern untuk memeriksa temuan arkeologi luar biasa ini membeberkan kepada kita bukti nyata tentang bagaimana anak yang belum lahir diperlakukan dalam masyarakat Mesir Kuno."

"Kecermatan persiapan pemakaman ini secara jelas menunjukkan nilai yang diberikan kepada kehidupan bahkan yang berusia baru beberapa minggu setelah pembuahan."

Kurator di museum ini melakukan temuan ketika sedang melakukan penelitian untuk pameran dua ratus tahun 'Death of Nile: Uncoverin the Afterlife of ancient Egypt.'

Peti mungil ini hanya sepanjang 44 cm dan digali di Giza pada 1907 oleh British School of Archeology, lalu kemudian menjadi bagian dari koleksi Museum Fitzwilliam pada tahun yang sama.

Peti itu merupakan contoh sempurna miniatur peti kayu pada masa Mesir Kuno di periode akhir, antara 664 hingga 525 SM.

Baik tutup maupun kotak utamanya terbuat dari kayu cemara. Walaupun peti itu mulai meluruh, jelas terlihat kayunya diukir secara cermat menurut skala kecil dan kemudian dihiasi.

Hal itu menjelasakan tentang petunjuk pertama pentingnya isi peti mati bagi masyarakat Mesir Kuno pada masa itu. Janin itu secara hati-hati dibungkus dengan kain, lalu dilumuri atasnya dengan cairan getah hitam sebelum petinya ditutup.

Janin itu secara hati-hati dibungkus dengan kain, lalu dilumuri atasnya dengan cairan getah hitam sebelum petinya ditutup.(Sumber Museum Fitzwilliam via Telegraph)

Selama beberapa tahun lamanya, peti itu dikira diisi dengan organ-organ bagian dalam tubuh yang telah dijadikan mumi. Organ-organ dalam biasanya dikeluarkan waktu mengawetkan jasad.

Pemeriksaan menggunakan pencitraan sinar-X kurang bisa memberikan kesimpulan, sehingga kemudian diputuskan untuk menggunakan pemindai CT di Department of Zoology, Cambridge University.

Beberapa hasil citra irisan mengungkapkan gambar-gambar pertama jasad kecil manusia sedang terbungkus dan tidak terganggu.

Dr. Tom Turmezei, mantan konsultan radiologi di Rumah Sakit Addenbrooke di Cambridge bekerja sama dengan Museum Fitzwilliam, dan bersama-sama dengan Dr. Owen Arthurs, seorang konsultan akademik bidang radiologi pediatri di RS Great Ormond Street, London.

Hasil yang menjadi terobosan ini didasarkan kepada pengetahuan luas tentang pencitraan pemindaian CT dan otopsi pediatri.

Jenis kelamin janin itu tidak bisa diketahui dan ada dugaan bahwa janin itu kemungkinan berasal dari keguguran karena tidak terlihat adanya tanda-tanda abnormal yang bisa menjelaskan alasan kenapa janinnya tidak bisa berkembang sepenuhnya.

Dari pemindaian CT, dapat dilihat bahwa lengan-lengan janin itu disilangkan di depan dada. Bersama-sama dengan hiasan rumit peti matinya, hal ini menunjukkan pentingnya dan lamanya pemakaman bagi masyarakat Mesir Kuno. Tidak banyak contoh pemakamaman janin-janin keguguran yang ditemukan dari masa Mesir Kuno.

Peti miniatur ini dipajang dalam pameran Death on the 'Nile: Uncovering the Afterlife of ancient Egypt' hingga 22 Mei di Museum Fitzwilliam, Cambridge.