Sukses

Jet Tiongkok 'Cegat' Pesawat Mata-mata AS di Laut China Selatan

Beijing mengatakan, sebelumnya sudah memperingati kapal perang AS untuk menjauh dari wilayah kekuasaannya.

Liputan6.com, Washington D.C. - Setidaknya dua pesawat jet J-11 China, dilaporkan 'mencegat' dan membahayakan pesawat pengintai atau mata-mata EP-3 AS di Laut China Selatan.

Dikutip dari BBC, Kamis (19/5/2016), Pentagon mengatakan insiden itu terjadi di wilayah udara internasional pada 17 Mei 2016, saat pesawat pengintai maritim AS melakukan patroli rutin di wilayah tersebut.

"Jet China itu datang, berjarak 50 kaki atau 13 meter dari pesawat patroli militer AS," kata salah satu pejabat Pentagon.

Tiongkok sebelumnya sudah memperingati kapal perang AS untuk menjauh dari wilayah kekuasaannya.

"Pilot AS dipaksa untuk menuruni ketinggian terbang hingga 60 meter atau 200 kaki, untuk menghindari tabrakan," kata seorang pejabat militer.

Kapten Jeff Davis, juru bicara Pentagon, mengatakan mereka telah berusaha untuk mengurangi resiko antara pasukan operasional dan warga RRC.

"Kami berusaha untuk meningkatkan dialog di berbagai tingkat. Selama beberapa tahun terakhir kami telah melihat perkembangan PRC (Performance Review Commission), dan kami terbang dengan aman dan profesional," kata Davis

Davis juga menambahkan, masalah tersebut akan ditangani melalui jalur diplomatik dan militer.

Ketegangan di daerah tersebut meningkat baru-baru ini, akibat adanya tuduhan perdagangan yang disertai dengan aktivitas militer China dan AS.

Washington menuduh militer Beijing menguasai Laut China selatan, yang penting dalam rute perdagangan.

Pernyataan tersebut dibalas oleh Beijing, dengan mengkritik peningkatan patroli laut dan latihan militer AS di Asia.

Beberapa negara bahkan ikut memanaskan suasana, dengan mengklaim wilayah di Laut China Selatan, yang kaya akan sumber daya, sebagai bagian kekuasaan mereka -- seperti, Taiwan, China, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia.

Menanggapi hal tersebut, China kemudian memperkuat pengaruhnya pada daerah tersebut dengan melakukan patroli laut yang ketat. Hal tersebut dianggap Washington sebagai pembatasan kebebasan pelayaran untuk semua pihak.