Sukses

23-5-1977: 'Drama' Penyerangan Republik Maluku Selatan ke Belanda

PM Belanda menduga kuat aksi yang dilakukan warga Republik Maluku Selatan ini untuk menuntut pembebasan 20 teman mereka yang dipenjara.

Liputan6.com, Jakarta - Pasca kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang, masih terjadi beberapa konflik yang melibatkan rakyat daerah bekas jajahan Belanda. Seperti yang terjadi pada 23 Mei 1977.

Saat itu, sekelompok orang dari Republik Maluku Selatan (RMS) melakukan penyerangan di Belanda. Penyerangan itu berupa penyanderaan di dua lokasi.

Penyanderaan pertama kepada siswa dan guru di sebuah sekolah dasar di Bovensmilde, bagian utara Belanda, dan pembajakan kereta api di dekat perbatasan Kota Groningen.

Lebih dari 100 siswa-siswi dan enam guru disandera di sekolah tersebut. Mereka tak berkutik saat ditodong senjata oleh kelompok RMS. Sementara 15 siswa Maluku diamankan pemberontak dan dipisahkan ke ruang lain.

Pada waktu yang bersamaan, para penumpang kereta yang dibajak mencoba melarikan diri dari para pembajak RMS. Banyak yang mencoba melompat keluar dari dalamnya. Sekitar 54 orang tersisa, menjadi sandera kelompok tersebut dan mendekam di sebuah gerbong.

Perdana Menteri Belanda saat itu, Joop den Uyl mengimbau agar masyarakat tetap tenang. "Harap tenang, kami tengah berupaya mengendalikan situasi dan menyelamatkan korban," ujar dia, seperti dimuat BBC on This Day.

PM Belanda menduga kuat aksi yang dilakukan warga Republik Maluku Selatan ini untuk menuntut pembebasan 20 teman mereka yang kini mendekam di sel penjara. Sebelumnya kelompok RMS mendesak Pemerintah Belanda agar mendukung kemerdekaan mereka dari Indonesia.

Ketika itu, sebagian warga RMS menginginkan kemerdekaan dengan memisahkan diri dari Indonesia. Pemerintah Indonesia di bawah nakhoda Presiden Sukarno, langsung melancarkan operasi untuk melawan gerakan separatis tersebut.

Belanda yang diharapkan bisa mendukung RMS merdeka, nyatanya malah tak mengakuinya. Terlebih kehidupan warga Maluku di Belanda kurang diperhatikan. Hal ini yang memicu RMS kecewa dan melancarkan pemberontakan di Negeri Kincir Angin.

Dalam upaya membebaskan sandera di sekolah, Polisi Belanda mengerahkan segala cara agar bisa masuk ke dalam tempat belajar tersebut. Salah satunya dengan melepaskan seluruh pakaian, sehingga beberapa polisi masuk ke sekolah dengan hanya mengenakan pakaian dalam, untuk membuktikan bahwa mereka tak membawa senjata.

Seluruh siswa yang disandera pada akhirnya dibebaskan setelah didera keracunan makanan. Sementara empat guru tetap mendekam sebagai sandera.

Setelah itu, polisi Belanda memutuskan untuk menyerbu sekolah dan kereta untuk membebaskan sandera.

Enam dari sembilan pelaku penyanderaan dan dua korban sandera terkena peluru dalam aksi baku tembak antara kedua kubu. Setelah itu, situasi kondusif. Polisi Belanda berhasil melumpuhkan para penyandera.

Beberapa bulan kemudian, Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup warga keturunan Maluku di Belanda. Protes dan pemberontakan pada akhirnya padam.

Sejarah lain mencatat pada 23 Mei 1568, tercatat bahwa Belanda merdeka dari penjajahan Spanyol. Setelah itu mereka melebarkan paham imperialisme dan melakukan penjajahan ke negara lain, termasuk Indonesia.

Selain itu, pada 23 Mei 2009, Mantan Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun bunuh diri dengan melompat terjun ke jurang saat sedang hiking di Gunung Bongha, yang berada di belakang rumahnya.