Sukses

Bukan Kembang Api, Jepang Bikin Hujan Meteor pada Olimpiade 2020

Sebagai tuan rumah Olimpiade 2020, Jepang rencananya akan mempertunjukkan hujan meteor buatan untuk membuka ajang olahraga dunia tersebut.

Liputan6.com, Tokyo - Rencananya, Jepang akan menjadi tuan rumah Olimpiade tahun 2020. Berbagai persiapan pun mulai dilakukan, salah satunya adalah membuat upacara pembukaan yang spektakuler.

Kali itu bukan kembang api yang menghiasi langit pada pembukaan ajang olahraga tersebut. Pasalnya, sebuah perusahaan start-up, Star-ALE, mendesain hujan meteor buatan yang dapat dilihat di Tokyo saat pembukaan Olimpiade 2020 di Tokyo.

Perusahaan Star-ALE mengklaim, pertunjukan yang dijuluki Sky Canvas tersebut akan bisa dilihat dari area sejauh 120 mil atau 193 kilometer.

"Bintang jatuh yang terjadi secara alami akan terjadi ketika sebuah partikel di angkasa luar, dengan ukuran beberapa milimeter, memasuki atmosfer dan terbakar cerah melalui proses yang disebut emisi plasma," tulis perusahaan tersebut dalam website-nya.

"Tujuan kita adalah untuk menciptakan kembali proses tersebut," tambahnya.

Untuk menghasilkan hujan meteor, Star-ALE akan mengirim mikrosatelit ke angkasa luar yang berisi antara 5.000 dan 1.000 pelet mudah terbakar.

Pelet tersebut akan dibuat dari berbagai logam dan elemen berbeda, sehingga terbakar dengan warna yang tak sama, demikian menurut laporan inGizmodo.

Contohnya, mineral potasium jika terbakar akan menghasilkan warna ungu, Sesium berwarna biru, dan tembaga menjadi semburat cahaya hijau.

Dikutip dari Daily Mail, Senin (23/5/2016), pelet itu dirancang akan menyala pada ketinggian 56 hingga 80 kilometer di atas Bumi.

Pelet dibuat dari berbagai logam dan elemen berbeda, sehingga terbakar dengan warna yang tak sama (SkyCanvas).

"Dalam 'Sky Canvas Prooject', beberapa sumber partikel dapat terus dipancarkan, di mana memungkinkan untuk membuat tak hanya satu bintang jatuh, namun hujan meteor sesungguhnya," ujar Star-ALE.

Saat ini Star-ALE sedang menguji pelet di dalam ruang vakum yang mengekspos benda tersebut terhadap gas panas supersonik. Gas dalam uji coba itu, didesain untuk mensimulasikan gesekan pelet ketika jatuh dari angkasa luar menuju Bumi.

Rencananya, pertunjukan tersebut bisa dilihat dari area sejauh 193 kilometer (SkyCanvas).

Jika semuanya sesuai rencana, pertunjukan itu akan dapat dilihat di seluruh Tokyo dengan penonton sebanyak 30 juta orang.

Perusahaan pengembang hujan meteor buatan tersebut berkata, bahwa dalam laboratorium bintang jatuh itu telah mencapai magnitudo -1, sementara bintang paling terang, Sirius, memiliki magnitudo -1,5.

Mikrosatelit yang mengangkut ribuan pelet (SkyCanvas).

"Tak ada keraguan bahwa hujan meteor buatan ALE akan dapat dilihat dari mana saja, bahkan di kota sekalipun," ujar perusahaan itu.

Kabarnya, setiap pelet berharga sekitar US$ 8 ribu atau Rp 108,7 juta. Rencananya perusahaan Star-ALE akan meluncurkan satelit pertamanya pada pertengahan tahun 2017 dan mengkomersilkan proyek tersebut pada 2018.