Liputan6.com, Xinjiang - Pertama kali mendengar kata 'kota Xinjiang' gambaran yang terbesit di benak adalah etnis Uighur.
Namun ternyata, di Provinsi Otonomi Daerah Xinjiang itu merupakan daerah dengan multietnis, di mana hampir 40 persen berasal dari etnis Uighur yang mayoritas beragama Islam. Etnis kedua terbesar ditempati oleh Han.
Baca Juga
Di ibu kota Xinjang, Urumqi seluruh etnis pun bercampur. Tak ada sekat satu sama lain. Semua membaur. Hal itu terlihat di salah satu sekolah menengah atas (SMA) terbesar di ibu kota.
Advertisement
Liputan6.com mendapatkan kesempatan secara langsung melihat bagaimana kehidupan remaja di ibu kota salah satu provinsi terbesar ke-3 di China itu berinteraksi.
Remaja Urumqi sama dengan remaja China lainnya. Namun, ada yang berbeda dari segi penampilan fisik. Mereka memiliki wajah yang khas: berhidung mancung dengan rona kulit putih kemerahan.
Kendati secara fisik 'berbeda', mereka tak ubahnya remaja biasa. Senang olahraga, bola, robot, teknologi serta musik dan bercengkrama dengan teman sebaya. Hal itu terlihat dari aktivitas mereka di salah satu sekolah terbesar di Urumqi.
Sekolah yang dikunjungi atas undangan Pemerintah Otonomi Xinjiang adalah SMA Urumqi.
Menurut kepala sekolah Wei Li Sing, keunggulan sekolah yang didirikan pada 1946 itu adalah bidang robotik dan teknologi.
Selain itu, Wei mengatakan mengatakan kalau sekolahnya merupakan salah satu yang terbesar dengan 3.600 murid dari etnis Uighur dan Han.
"Di sekolah ini kami semua berbahasa Mandarin dan Uighur, bercampur satu sama lain. Murid dari etnis Han mempelajari bahasa Uighur demikian sebaliknya, juga mempelajari bahasa nasional, Mandarin," kata Wei.
Kepala sekolah berusia 62 tahun itu juga menjelaskan komposisi pengajar dan murid sedikit lebih banyak dari Han, 52 persen. Pun demikian dengan murid, tercatat jumlahnya ada 54 persen.
Program multibahasa di sekolah itu juga telah berlangsung selama 12 tahun. Para siswa kini fasih berbahasa Uighur dan Mandarin.
"Kedua belah pihak saling belajar, dengan mengerti satu sama lain mereka bisa menjadi kuat dan saling melengkapi... seperti keluarga," terang Wei.
"Berbahasa adalah paling penting. Kalau kita bisa mengerti bahasa lain itu berarti kita mengerti budaya mereka. Bahasa adalah jalur utama untuk saling memahami satu sama lain," lanjutnya.
Selain berhasilnya asimilasi murid etnis Uighur dan Han, kepala sekolah Wei juga membanggakan kalau sekolah mereka sangat maju dalam hal teknologi.
"Murid kami menang kompetisi robot football di Amerika Serikat dua kali. Ini merupakan kebanggaan sekolah kami," ujar Wei.
Bebas Beribadah
Pemerintah China kerap kali dituding telah melakukan pelanggaran beribadah terhadap etnis Uighur yang mayoritas Islam. Salah satunya adalah murid dilarang melakukan ibadah salat 5 waktu dan puasa.
Namun ternyata hal itu tak demikian adanya.
"Memang, di sekolah tidak ada pelajaran agama, tapi semua murid yang mau beribadah kami bebaskan, silakan pergi ke masjid yang juga tak jauh dari sekolah. Ada puluhan tempat ibadah di sini," kata Wei.
Hal itu dibenarkan oleh salah satu pengajar beretnis Uighur, Rahman. Ia mengaku tak merasa dikekang seperti murid lainnya soal beribadah.
"Kami punya 20 kelas, semua menyatu, bercampur. Tak ada tekanan apapun, semua harmonis," tutup Wei.