Liputan6.com, Xinjiang - Gurun, savana, kuda liar dan pegunungan menjadi salah satu gambaran yang kerap diidentikkan dengan Xinjiang. Pun ketika membayangkan ibu kotanya, tak jauh berbeda. Namun ketika sampai di kota utama Provinsi itu, imajinasi itu buyar.
Burung besi yang membawa Liputan6.com dari kota terbesar ke-3 China, Ghuangzo, terbang di atas ibu kota Daerah Otonomi Provinsi Xinjiang. Tepat pukul 00.30, lampu-lampu dari langit Urumqi terpampang jelas.
Baca Juga
Ketika mendarat dini hari, bayangan padang rumput dan pasir sirna. Urumqi dikelilingi oleh berbagai gedung tinggi dan superblok. Hanya terlihat cahaya gemerlap dan lampu lalu lintas yang terang.
Advertisement
Mobil-mobil yang lalu lalang pun bukan sembarang merek, dari Audi hingga BMW dan Mercedes.
Semenjak dulu, Urumqi adalah gerbang masuk Xinjiang. Kota yang dahulu disebut Dihua terletak di lembah pegunungan Tian Shan. Deretan gunung itu yang membagi Xinjiang menjadi dua.
Urumqi berasal dari bahasa Mongolia yang berarti 'padang rumput yang cantik'. Namun, hamparan rumput yang indah di masa lalu itu kini terganti dengan kota yang ramai dan pusat bisnis antara China dan Asia Tengah.
'Pintu' gerbang Urumqi terbagi dua, Selatan (Nan Men) dan Utara. Di gerbang utara, terdapat lapangan People's Square.
Lapangan ini dari dahulu merupakan pusat masyarakat Urumqi yang majemuk itu berkumpul. Pada masa Pemerintahan Guang Xu Dinasti Qing, tempat itu adalah taman lotus.
Namun, pada usia ke-23 Republik Rakyat China, dibangun menjadi alun-alun dan di depannya terletak kantor Pengawasan dan Administrasi.
Taman lotus itu berubah menjadi 'Peace Square' merayakan keberhasilan perdamaian antara pemerintah otonomi Xinjang dan pemerintah pusat. Pada tahun 1950, diberi nama 'People' Squere' hingga sekarang.
Kini, taman seluas 40.000 m2 itu dijadikan tempat berkumpul warga. Lapangan luast itu dikelilingi trotoar dan diberi pagar. Seperti kebanyakan lokasi turis dan strategis lainnya, tiap pintu masuk selalu dijaga polisi atau tentara dan diberi metal detector, demikian pula taman itu.
Pusat Kebudayaan dan Politik
People's Square selama lebih dari setengah abad dijadikan pusat kebudayaan dan politik. Menurut salah seorang warga tempat itu menjadi saksi pertemuan pemerintah otonomi Xinjang bertemu dengan pemerintah Umruqi mengadakan berbagai perayaan. Juga acara lainnya di kota yang berpenduduk lebih dari 3 juta itu.
"Bahkan pada Olimpiade Beijing 2008, salah satu arak-arakan obor melewati taman ini," kata Wan dengan bahasa Inggris yang terbata-bata kepada Liputan6.com.
Berbicara soal bahasa, sangat sulit menemukan warga yang bisa berbahasa Inggris di ibukota ini.
Di tengah lapangan itu terletak tugu empat sisi setinggi lebih dari 32 meter. Tugu itu beraksara China dan Uighur yang menurut Wan berarti, "Tugu peringatan Tentara Pembebasan Rakyat masuk ke Xinjang."
Meski terkesan kaku dan 'angker', banyak warga menikmati keindahan taman itu. Di pojokan sebelah barat lapangan tersebut terdapat hutan kecil. Wan bersama warga yang kebanyakan lanjut usia menikmati matahari dan angin menjelang musim panas yang sejuk. Ada yang melakukan senam Tai Chi, makan siang, bahkan bermain Mahjong dan kartu.
"Ini kehidupan sehari-hari di sini, semua berjalan apa adanya...," tutup Wan.