Liputan6.com, Xinjiang - Tak ada pengeras suara di menara masjid. Namun, panggilan beribadah tanda waktu salat terdengar dari sela-sela masjid. Lambat laun, suara lantunan ayat suci terdengar. Itulah suasana di Islamic School of Xinjiang. Terletak di jantung kota Urumqi, masjid dan universitas tersebut berdiri.
Mayoritas mahasiswa di satu-satunya universitas Islam di Xinjiang itu adalah etnis Uighur. Mereka datang dari berbagai penjuru Provinsi Otonomi Daerah Xinjiang. Berbondong-bondong menikmati bantuan pemerintah pusat Tiongkok untuk pendidikan.
Di universitas ini, para mahasiswa ingin menjadi imam maupun pengajar tentang Islam di China di masa yang akan datang.
Advertisement
Kesempatan belajar gratis itu adalah bagian usaha dari pemerintah pusat. Hal itu dilakukan untuk mengakomodasikan mayoritas Uighur yang mayoritas beragama Islam.
"Pertumbuhan Xinjiang sangat pesat dibanding provinsi lainnya. Populasi di sini juga besar. GDP Xinjiang 10 besar. Perkembangan yang luar biasa ini tak lain karena sistem politik dari pemerintahan pusat China. Undang-undang dibentuk untuk melindungi berbagai macam hak minoritas," ungkap direktur Islamic School Urumqi, Muchtar Aisan.
"Di sini, anggota parlemen mayoritas dikuasai oleh etnis Uighur. Demikian pula di kabupaten dan kota-kota, kebanyakan dari etnis itu. Staf pemerintah lebih dari 50 persen adalah kami, para Uighur," lanjutnya lagi.
Selain dengan diberikan fasilitas pendidikan, satu hal yang membuat kaum Uighur bersama etnis lainnya mampu bersatu secara harmonis di Xinjiang adalah pendidikan persatuan nasional. Mata pelajaran itu diajarkan dari mulai taman kanak-kanak hingga universitas.
Khusus untuk universitas Islam, pemerintah memberi porsi mengirimkan mereka untuk belajar ke Beijing atau Shanghai, China untuk mempelajari hukum agar hak-hak kaum minoritas tetap terlindungi.
Etnis Uighur diberi pendidikan gratis 14 tahun. Bagi mereka yang ingin melanjutkan sekolah agama di universitas tersebut juga bebas dari biaya.
"Islam sangat dihargai di sini. Sama istimewanya dengan kepercayaan lain. Hari Raya dijadikan hari nasional," lanjut Muchtar. Ia juga menegaskan seluruh kebiasaan beribadah pun diberi keleluasaaan.
"Tidak benar pekerja muslim di sini tak bisa ibadah, semua bisa. Pun dengan kuburan, tanah kuburan seperti ajaran agama Islam juga kami sediakan," lanjutnya lagi.
Muchtar juga memberikan gambaran kepada Liputan6.com yang mewawancarainya pada Selasa 24 Mei 2016, kalau ada 6 agama di Xinjang.
"Terserah mereka mau beragama apa. Semua orang beragama atau memilih untuk tidak sama beda derajatnya," tegas Muchtar.
Pria asli Urumqi itu juga mengatakan ada 24.000 masjid tersebar di seluruh Xinjiang. Bahkan, pemerintah pusat menyediakan dana untuk renovasi tempat ibadat itu.
"Tiap tahunnya ada 3.000 jemaah haji dari Xinjiang. Mahasiswa dan pengajar di sini, sering kami ajak pertukaran pelajar ke Arab Saudi, Mesir bahkan ke Indonesia," terang Muchtar.
Hal itu dibenarkan oleh sekretaris Islamic School Urumqi, Hili Jang Anayiti. Kepada Liputan6.com ia mengatakan ada 10 juta umat muslim di Xinjiang, sebagian besar tinggal di Urumqi. Sementara itu, ada 71 pengajar dengan 680 murid di universitas itu.
"Para pengajar dibayar oleh pemerintah lokal dibantu subsidi pemerintah pusat. Mereka diberi kesempatan tiap tahunnya untuk beasiswa," tutup Hili.