Liputan6.com, Ahmedabad - Seorang pria asal Ahmedabad India, Mithalal Sindhi, bukan merupakan pria kaya.
Ia tinggal di jalanan selama 60 tahun dan menghidupi dirinya dengan berjualan Bajra --jenis serealia dikenal dengan milet mutiara -- yang diangkutnya menggunakan becak.
Namun, di balik keterbatasan materinya, justru sebagian besar penghasilannya ia gunakan untuk mengurus jenazah yang tak memilki keluarga atau kerabat dekat.
Advertisement
Selama pemisahan Pemerintahan Britania di India, Mithalal yang berusia 15 tahun pindah dari Pakistan ke Bombay dengan keluarganya. Di kota besar itu, ia melakukan beberapa pekerjaan untuk bertahan hidup.
Namun, pada 1957 ia pindah ke Ahmedabad dan memulai menjual buah-buahan bermodalkan tabungannya. Saat itulah ia bertemu dengan Nyaldas Sindhi, seorang pedagang sayur dan kemudian menjadi teman dekatnya.
Baca Juga
Mereka sering makan siang bersama, bahkan tidur bersebelahan di trotoar pada malam harinya.
Pada suatu hari Mithalal mencoba untuk membangunkan Nyaldas namun tak ada respon. Ia baru menyadari bahwa sahabatnya tak punya keluarga dekat atau kerabat untuk mengurus jenazahnya.
Mithalal pun meminta kepala pasar sayur-sayuran, Mukhya, untuk membantu. Namun, pria itu menolak karena menganggap bahwa hal itu bukan urusannya.
Tak ada yang mau bertanggungjawab untuk mengurus jenazah sahabatnya, Mithalal memutuskan untuk melakukannya sendiri dan mengkremasi jasad sahabatnya di dekat Calico Mills.
Dikutip dari odditycentral.com, Rabu (1/6/2016), peristiwa itu membuatnya menyadari bahwa banyak orang di Ahmedabad yang meninggal setiap hari namun tak ada yang mau mengurus jenazahnya. Mithalal merasa jiwanya terpanggil dan memutuskan untuk menjalankan tugas tersebut.
Tak memandang apa agama orang tersebut, jika seseorang meninggal dan tak ada yang bertanggungjawab Mithalal selalu siap untuk mengurus jenazahnya dan membawa mereka ke tempat peristirahatan terakhir.
"Bisa saja Hindu, Muslim, Jain, Kristen. Tapi bagi saya hanya ada satu agama dan itu adalah kemanusiaan," ujarnya kepada Humans of Ahmedabad.
"Ketika jasad ditemukan, hal pertama yang aku lakukan adalah mencari tanda atau simbol yang menunjukkan agama orang tersebut. Setelah aku tahu tentang agamanya, aku melakukan ritual yang sesuai. Jika orang tersebut beragama Hindu, aku membawanya ke VS Krematorium, jika Muslim ke Jamalpur, dan jika Kristen aku menguburnya di makam. Aku mengayuh becak dan membawanya ke krematorium," tuturnya.
Mengurus Jenazah yang Memberi Makna Hidup
Mithalal selalu mencoba untuk menemukan segala informasi tentang keluarga almarhum. Namun ketika ia berhasil menemukan keluarganya, mereka mengaku tak mengenal dan menolak untuk membayar proses ritual pengurusan jenazah.
"Bagi orang lain mungkin itu hanya sekedar tubuh tak bernyawa. Namun bagiku jika ia merupakan wanita tua, ia seperti ibu saya, jika laki-laki muda ia seperti anak saya, jika perempuan paro baya maka ia tampak seperti adik perempuanku."
"Aku tak bisa mengurus jenazah ayahku sendiri tapi aku tak merasa sedih karenanya. Bagiku, semua yang meninggal adalah keluarga...," ujar Mithalal.
Ketika mengurus jenazah termasuk ritual berdasarkan agama dan kepercayaannya, pria tersebut mengeluarkan biaya sekitar 1.500 rupee India atau sekitar Rp 303 ribu. Uang tersebut ia dapatkan dari menjual bajra menggunakan becaknya di dekat Ellis Bridge dan dilakukan secara sukarela.
Sejauh ini, Mithalal mengaku telah mengurus 550 jenazah dan tak akan berhenti melakukannya hingga akhir hidupnya. Hal itu menjadi misinya dan membuat hidupnya terasa bermakna.
Karena Mithalal tak begitu peduli dengan kepemilikan barang, ia memutuskan untuk hidup dan tidur di jalan daripada pindah dengan ke empat anaknya yang memiliki rumah dan menjalankan bisnis restoran cepat saji.
Trotoar telah menjadi rumahnya selama 60 tahun dan menjadi tempat di mana orang-orang yang menemukan jasad akan melapor kepadanya.
"Aku berusia 83 tahun, dan telah hidup di trotoar selama 60 tahun dan kau harus percaya denganku bahwa aku puas dengan apa yang hidup telah berikan padaku. Aku dikirim Tuhan ke Bumi untuk melakukan kegiatan yang indah ini. Kota ini mengingatku setiap jasad tak diakui ditemukan dan aku senang dengan hal tersebut," tutup Mithalal.
Advertisement