Liputan6.com, Onitsha - Jika mendengar kata 'Afrika' mungkin sebagian besar dari kita akan membayangkan tentang eksotisme wisata safari, yakni melihat kehidupan para satwa liar langsung di habitat aslinya.
Namun imajinasi indah tersebut akan buyar ketika kita melihat kondisi di salah satu negara yang terletak di Benua Hitam itu, yakni Nigeria.
Baca Juga
Berdasarkan sebuah laporan, saat ini negara tersebut dikenal sebagai negara yang disesaki dengan kabut asap, sampah, dan air tercemar.
Advertisement
Dikutip dari CNN, pada Rabu (1/6/2016), menurut data yang dirilis dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO, 4 kota dengan polusi udara terparah terdapat di Nigeria.
Baca Juga
Sebuah kota di Nigeria, Onitsha, merupakan wilayah dengan tingkat polusi udara paling tinggi, jika diukur dengan Partikulat (PM10) -- partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron.
Di kota pelabuhan itu, level PM10 30 kali lebih besar dari standar yang telah ditetapkan oleh WHO.
Tiga kota lain yang memiliki level PM10 tinggi adalah pusat transportasi di utara, Kaduna, yang menempati posisi ke-5. Sementara itu kota Aba dan Umuahia yang berada di selatan, berada di urutan ke-6 dan 16.
Tahun lalu, World Bank melaporkan bahwa 94 persen populasi di Nigeria terpapar polusi udara yang melebihi standar WHO. Kerugian akibat pencemaran tersebut juga memakan biaya 1 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Mengapa Nigeria Sangat Tercemar?
Penyebab polusi di Nigeria merupakan cerita yang rumit.
"Faktor yang berkontribusi atas pencemaran adalah ketergantungan penggunaan bahan bakar padat untuk memasak, pembakaran sampah, dan polusi dari mobil yang sangat tua," ujar Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat, Lingkungan, dan Penentu Sosial Kesehatan WHO, Dr Maria Neira, kepada CNN.
Karena pasokan listrik yang tak dapat diandalkan, banyak warga Nigeria mengandalkan generator di rumah yang menghasilkan asap berbahaya.
Di jalanan, tak ada yang mengatur tentang emisi mobil.
"Di Afrika, sayangnya, tingkat pencemaran meningkat karena pertumbuhan ekonomi dan industri berlangsung cepat tanpa dibarengi teknologi yang tepat," tambah Neira.
Memang, pertumbuhan ekonomi Nigeria melesat di beberapa dekade terakhir, dan menyalip Afrika Selatan sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Benua Afrika pada 2014, berdasarkan perhitungan kembali PDB.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh aktivitas pertanian, telekomunikasi, dan minyak, tentunya dengan biaya lingkungan tertentu.
Menemukan Solusi
Laporan WHO tersebut memang menitikberatkan Nigeria, namun sesungguhnya cerita di wilayah lain Afrika hingga saat ini belum diketahui.
Laporan tersebut hanya menyertakan tingkat polusi dari kota-kota dengan populasi lebih dari 100 ribu penduduk yang memonitor tingkat pencemaran.
"Kita perlu melakukan penilaian terhadap sumber pencemaran di kota, juga bekerja pada perencanaan yang lebih baik dari sistem transportasi kolektif perkotaan, dan melarang beredarnya mobil tua," ujar Neira.
"Mengenai empat kota di Nigeria, kita ingin menghargai mereka. Setidaknya kota itu memantau tingkat polusinya, kita tahu bahwa beberapa daerah lain sangat tercemar."
"Empat kota tersebut sedang bergerak maju untuk bertindak mengurangi polusi," tambahnya.
Berdasarkan perusahaan akuntansi global KPMG, diprediksi 50 persen populasi dunia akan berada di Afrika pada tahun 2030. Hal tersebut menjadikan isu kesehatan di daerah perkotaan menjadi perhatian utama.