Sukses

Kanselir Jerman Angkat Bicara Isu 'Perceraian' Inggris dari UE

Setelah cukup lama bergeming, kali ini Kanselir Jerman, Angela Merkel angkat bicara terkait isu Brexit. Apa pendapatnya?

Liputan6.com, Berlin - Referendum 'Brexit' akan digelar pada 23 Juni mendatang. Sebagai pihak yang mendukung Inggris tetap bergabung di Uni Eropa (UE), PM Inggris, David Cameron gencar berkampanye.

Sejumlah kepala negara dan politisi menyuarakan pendapat mereka, mengingatkan dampak buruk bila Britania Raya memilih 'bercerai' dari UE.

Hal serupa ditegaskan pula oleh Kanselir Jerman, Angela Merkel. Menurutnya, hanya ada satu pilihan bagi rakyat Inggris, yaitu tetap berada di dalam UE.

"Saya pribadi berharap, Inggris akan tetap menjadi bagian dan tak terpisahkan dari UE," ujar Kanselir Jerman, Angela Merkel seperti dikutip The Guardian, Jumat (3/6/2016).

Ini merupakan kali pertama Merkel angkat bicara isu Brexit.

Merkel mengingatkan rakyat di Negeri Ratu Elizabeth itu, bahwa Inggris harus membuat kesepakatan perdagangan baru dengan UE bila Brexit benar-benar terjadi. Namun ia menegaskan, kompromi itu tidak akan memiliki kualitas yang sama dengan negara-negara anggota UE lainnya -- ia merujuk keuntungan anggota UE lain dengan kebijakan pasar tunggal.

Sebelumnya, Presiden Barack Obama lebih dulu mengingatkan rakyat Inggris jika Brexit terjadi maka AS tidak akan dengan mudah melakukan kesepakatan perdagangan dengan negara itu.

Kanselir Jerman itu menekankan, bahwa Inggris tentunya dapat melihat bagaimana perdebatan tentang UE yang baru terjadi dan perundingannya masih terus bergulir.

"Kami menjalin kerjasama yang baik dengan Inggris, terutama ketika kita bicara tentang aturan baru di UE," ungkap Merkel.

"Kami harus mengembangkan aturan baru itu dengan Inggris dan setiap kali bernegosiasi Inggris bisa saja memberi pengaruhnya. Hasil yang terbaik akan dicapai jika mereka terlibat dalam perundingan itu bukannya keluar dari UE," imbuhnya.

Fakta bahwa seorang Merkel mengintervensi isu Brexit ini dinilai menjadi cerminan kekhawatiran Jerman tentang efek destabilisasi hengkangnya Inggris dari UE terhadap zona ekonomi Eropa.

"Setelah memimpin banyak negosiasi dengan negara-negara di luar UE pada masa lalu, kita tidak akan pernah memasuki kompromi yang sama, dan mencapai hasil yang baik dengan negara yang tidak memikul tanggung jawab dan biaya pasar umum," jelas Merkel usai bertemu dengan Sekjen NATO, Jens Stoltenberg.

Pernyataan Merkel ini muncul tak lama setelah penasihat kebijakan Eropanya, Uwe Corsepius menghadiri pertemuan puncak di Brussels di mana sejumlah menteri luar negeri UE berdiskusi bagaimana mereka seharusnya bereaksi jika Brexit benar-benar terjadi.

Menteri Keuangan Belanda yang juga menjabat sebagai Presiden Eurogroup, Jeroen Dijsselbloem mendesak Inggris untuk memainkan peran yang lebih besar demi membuat UE jauh lebih sukses. Itu jika Britania Raya memutuskan untuk tetap di UE.

"Inggris tidak seharusnya hanya bersandar dan memastikan kepentingannya didengar; mereka seharusnya bergerak ke depan dan memastikan kita melakukan hal-hal yang benar. Menjadi anggota UE, namun duduk bermalas-malasan dan defensif tidak cukup baik," ujar Dijsselbloem.

Kepala Bank Sentral Eropa, Mario Draghi juga menjadi salah satu pihak yang mengingatkan bahwa Brexit akan menimbulkan risiko penurunan ekonomi global.

Intervensi telah lebih dulu dilakukan oleh Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy. Ia mengatakan, bahwa ekspatriat Inggris bisa kehilangan hak mereka untuk hidup di Spanyol jika mereka memilih untuk meninggalkan Uni Eropa.

"Saya tidak ragu sama sekali, seperti yang telah saya katakan berulang kali, bahwa akan sangat negatif jika Inggris meninggalkan Uni Eropa. Negatif untuk semua orang, untuk Inggris, untuk Spanyol, dan untuk Uni Eropa," tegas Rajoy.

"Tapi, di atas semuanya, itu akan sangat negatif bagi warga Inggris: Uni Eropa sejak berdirinya didasarkan pada prinsip-prinsip kebebasan pergerakan orang, barang, jasa dan modal," imbuhnya.

Seperti diketahui, UE merupakan pasar utama bagi ekspor Inggris.