Sukses

Obama: Arti Seorang Muhammad Ali Bagi Saya....

Pada 2010 lalu, Obama menulis essay tentang Muhammad Ali.Sungguh menyentuh dan menginsoprasi.

Liputan6.com, Washington DC- Meski sudah lama pensiun dari dunia tinju, pada hari-hari terakhir hidupnya Muhammad Ali berhasil 'meng-KO' Donald Trump yang mewacanakan pelarangan muslim masuk Amerika Serikat.

"Saya seorang muslim," kata Muhammad Ali kepada kandidat capres Partai Republik itu.

"Para pemimpin politik seharusnya menggunakan posisi mereka untuk mendorong pemahaman yang lebih baik tentang Islam, dan menjelaskan bahwa apa yang dilakukan para pembunuh (teroris) itu telah menyesatkan persepsi tentang Islam. Bukannya mengeluarkan pernyataan menyinggung SARA seperti yang dilontarkan Trump."

Muhammad Ali akan selalu dikenang lebih dari 'sekadar' juara tinju kelas berat dunia yang pernah disandangnya. Kebijaksaan dan kemurahan hatinya menjadikan pria kelahiran 1942 itu sebagai sosok panutan, bahkan untuk seorang Barack Obama.

Pada tahun 2010, di tengah peringatan 50 tahun Muhammad Ali di panggung dunia, Obama menulis sebuah essay tentang petinju legendaris itu di USA Today Sports.

Judulnya, What Muhammad Ali meant to me. Arti Muhammad Ali bagi saya.

2 dari 2 halaman

Isi Essay Obama


Berikut terjemahan bebas essay Obama tentang Muhammad Ali:

"Kala itu musim panas 1959, 6 bulan sebelum ia ambil bagian dalam pertandingan tinju di Olimpiade Roma, Cassi Marcellus Clay Jr sudah ambil ancang-ancang.

Ia bangun pukul 04.00, sebelum fajar menyingsing di cakrawala, Clay mengenakan celana olahraga, sepasang sepatu boots militer tua yang ada besi di ujungnya, lalu berlari melawan suhu dingin yang menerpa tubuhnya di jalanan Louisville, kota yang dicintainya.

Terkadang, ia balapan dengan bus sekolah yang melaju 20 blok di Chestnut Street.

"Kenapa dia tidak naik bus ke sekolah seperti yang lain," kata seorang murid.

"Dia gila,"  jawab seorang teman sekelas Clay. "Dia memang selalu edan."

Namun, kelak dunia akan mengetahui bahwa pria muda itu akan selalu menjalani hidup sungguh-sungguh, sesuai pilihannya.

Saya masih terlau muda untuk mengingat sosok Clay sebelum menjadi Muhammad Ali, ketika ia tak hanya menjadi juara dunia kelas berat namun objek kontroversi dan bahkan cemoohan.

Dan saya masih duduk di sekolah dasar saat Ali membuat kemunculan dramatisnya, setelah hampir 4 tahun dikucilkan, dengan merebut kembali gelarnya.

Itu adalah kualitas diri Ali yang paling dikagumi. Kemampuannya yang unik untuk untuk membangkitkan kekuatan dan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi kesulitan, untuk menerjang badai tanpa kehilangan arah.

Itu kualitas yang selalu kuingat ketika melihat foto ikonik yang kugantung di tembok, yang menunjukkan pejuang muda berdiri di atas Sonny Liston.

Dan pada akhirnya, itu adalah kualitas diri untuk mendeskripsikan Ali, bukan hanya sebagai petinju, namun sebagai manusia seutuhnya.

Ali yang saya kenal, memberikan kontribusinya pada saat kekuatan fisiknya meredup, ia menjadi kekuatan bagi rekonsiliasi dan perdamaian di seluruh dunia.

Kita mengagumi pria, yang memancarkan keteduhan di matanya saat mengunjungi anak-anak yang dirawat di rumah sakit di Philadelphia beberapa tahun lalu.

Menggendong tubuh anak yang tak memiliki kaki, menatap mata bocah itu, Ali berkata, "Jangan menyerah. Mereka sudah mengirim manusia ke angkasa luar. Kau akan berjalan suatu saat nanti dan bisa melakukan ini..."

Ali kemudian melakukan gerakan shuffle-nya yang terkenal, yang membuat bocah yang ada di lengannya terkikik geli.

Kita mengagumi sosok yang tak pernah berhenti menggunakan ketenarannya untuk hal-hal baik. Pria yang membantu membebaskan 14 sandera Amerika di Irak pada 1990; yang menempuh perjalanan panjang ke Afrika Selatan menyambut pembebasan Nelson Mandela dari penjara; yang pergi ke Afghanistan untuk membantu perjuangan sekolah-sekolah di sana sebagai Utusan Perdamaian PBB; yang secara rutin mengunjungi anak-anak yang sakit dan mengalami disabilitas di seluruh dunia, memberikan penghiburan karena kehadirannya, sekaligus inspirasi dari keteladanannya.

Dan kita mengagumi sosok, yang ketika bicaranya kian lemah dan gerakannya makin terbatas akibat penyakit Parkinson, ia tak pernah kehilangan kemampuan untuk membina hubungan yang mendalam dan bermakna dengan orang-orang dari segala usia.  

Saat ditanya mengapa ia sungguh dicintai secara universal, Ali akan mengangkat tangannya yang bergetar, dengan jemari yang terentang, kemudian berkata. "Karena ini. Aku menjadi lebih manusiawi. Ada kekuatan Tuhan dari dalam diri banyak orang yang menghubungkan mereka padaku."

Itulah Muhammad Ali yang menginspirasi kita saat ini -- sosok yang meyakini, kesuksesan sejati datang ketika kita bangkit dari kegagalan, yang menunjukkan pada kita iman abadi dan kasih sejati.

Kita bisa membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik. Dia adalah, dan akan selalu, menjadi juara."Â