Liputan6.com, Berlin - Pameran dirgantara Berlin baru-baru ini menampilkan pesawat terbang yang mungil namun sangat menarik perhatian. Walaupun panjangnya tidak sampai 4 meter dengan berat kurang dari 21 kg, pesawat ini merupakan bagian dari masa depan.
Dikutip dari The Local pada Senin (6/6/2016), pesawat terbang tanpa jendela merupakan pesawat pertama di dunia yang dibuat dengan teknologi pencetakan 3 dimensi (3D printing).Â
Baca Juga
Airbus menamainya Thor, singkatan dari "Test of High-tech Objectives in Reality" dan menyebutnya sebagai cikal bakal masa depan dunia penerbangan dengan penghematan waktu, bahan bakar, dan biaya.
Advertisement
"Ini adalah ujian atas apa yang mungkin dilakukan dengan teknologi pencetakan 3D," kata Detlev Konigorski, yang bertanggungjawab untuk mengembangkan Thor.
Konigorski memberikan pernyataannya dalam International Aerospace Exhibition and Air Show di bandara Schoenefeld, selatan Berlin. Ia melanjutkan, "Kami ingin melihat apakah bisa mempercepat proses pengembangan dengan pencetakan 3D bukan hanya untuk bagian-bagiannya, tapi untuk keseluruhan sistem."
Pada pesawat Thor, bagian-bagian yang bukan dicetak hanyalah unsur-unsur kelistrikannya. Sementara itu, bagian yang dicetak secara 3D menggunakan bahan poliamid.
Pesawat mungil itu "terbang dengan cantik, sangat stabil", kata insinyur kepala, Gunnar Haase. Ia menjajal penerbangan awal pesawat itu di Hamburg pada November lalu.
Baik Airbus maupun Boeing dari AS telah menggunakan pencetakan 3D, terutama untuk membuat bagian-bagian pesawat jet penumpang A350 dan B787 Dreamliner.
Jens Henzler, seorang spesialis tentang teknologi-teknologi baru dari Hofmann Innovation Group yang berpusat di Bavaria mengatakan, "Keuntungan bagian-bagian yang dicetak adalah tidak perlunya perkakas dan dapat dibuat dengan cepat".
Bagian-bagian logam yang dihasilkan juga bisa 30 hingga 50 persen lebih ringan dibandingkan di masa lalu. Lalu, bisa dibilang hampir tidak ada sampah manufakturnya, demikian imbuh Henzler, direktur purwarupa di Hofmann Industrial.
Lebih jauh lagi, para insinyur juga merencanakan menggunakannya di angkasa. Roket Ariane 6 buatan European Space Agency (ESA) yang rencananya luncur pada 2020 juga menggunakan banyak bagian hasil cetakan 3D.
Alain Charmeau, kepala Airbus Safran Launchers, mengatakan, "Proses itu memungkinkan pengurangan besar-besaran biaya untuk pembuatan bagian-bagian roket".
Pengurangan itu ikut andil dalam menurunkan biaya keseluruhan Ariane 6 yang diduga hanya setengah daripada biaya pembuatan pendahulunya, Ariane 5.
Charmeau mengtakan Airbus sedang menguji caranya mencetak badan injeksi untuk mesin yang sekarang ini masih dibangung dari 270 bagian-bagian terpisah. Ia menjelaskan kepada AFP, "Dengan pencetakan 3D, badan injeksi itu hanya dibangun dari 3 bagian saja."
Selain penghematan biaya, pencetakan 3D juga menjanjikan manfaat ekologis karena jet yang lebih ringan memerlukan lebih sedikit bahan bakar dan mengeluarkan lebih sedikit bahan pembuat polusi.
Untuk mengurangi emisi karbon dalam dunia penerbangan, apalagi menghadapi kenaikan dua kali lipat jumlah lalu lintas udara dalam 20 tahun ke depan, maka "isu yang menentukan adalah inovasi teknik yang radikal dalam waktu singkat," kata Ralf Fuecks, kepala yayasan Heinrich Boell yang merupakan lembaga pemikir Partai Hijau Jerman.
Pencetakan 3D pastilah memainkan peran penting dalam hal ini, katanya melalui konferensi di ILA bersama-sama dengan presiden Airbus, Tom Enders.
Industri perjalanan udara sudah yakin dengan manfaatnya, demikian hasil temuan survei Bitkom terhadap 102 pemain dalam sektor penerbangan. Bitkom adalah federasi masyarakat teknologi tinggi di Jerman.
Sekitar 70 persen penjawab yakin bahwa, sebelum 2030, suku cadang pesawat akan dicetak langsung di bandara-bandara. Lalu, sekitar 51 persen menduga keseluruhan pesawat terbang nantinya akan dicetak menggunakan pencetakan 3D.