Sukses

Penduduk Negara Ini Hidup dengan Polusi Cahaya Terparah di Dunia

Polusi cahaya ternyata berdampak pada psikologis manusia dan juga mengganggu kehidupan satwa liar.

Liputan6.com, Atlanta - Para ilmuwan meyakini bahwa sepertiga penduduk Bumi tak dapat melihat Milky Way atau Galaksi Bima Sakti pada langit malam hari, demikian menurut penelitian yang dipublikasi dalam jurnal Science Advances.

Mereka juga membuat peta yang menggambarkan wilayah dengan polusi cahaya paling parah di dunia. Polusi tersebut menghalangi pandangan manusia untuk melihat Milky Way -- galaksi yang berisi tata surya kita.

Meskipun masih terdapat beberapa tempat di Bumi dengan langit murni dan tak tercemar polusi, namun 83 persen populasi dunia dan lebih dari 99 persen populasi di AS dan Eropa hidup di bawah polusi cahaya.

"Ini adalah kerugian budaya besar dengan konsekuensi tak terduga yang harus dihadapi oleh generasi masa depan," ujar salah satu tim peneliti, Fabio Falchi.

Baca Juga

"Langit malam yang masih murni adalah barang berharga," imbuhnya.

Menurut penelitian tersebut, negara dengan tingkat polusi cahaya paling tinggi adalah Singapura.

"Seluruh penduduk tinggal di negara dengan langit yang sangat terang sehingga mata tak dapat beradaptasi penuh dengan penglihatan malam," ujar penelitian tersebut.

Selain Singapura, terdapat beberapa negara di mana lebih dari setengah penduduknya hidup di bawah polusi cahaya (angka dalam persen), yakni Kuwait (98), Qatar (97), Uni Emirat Arab (93), Arab Saudi (83), Korea Selatan (66), Israel (61), Argentina (58), Libya (53), Trinidad dan Tobago (50).

Sementara itu, negara dengan tingkat polusi cahaya paling rendah di antaranya adalah Chad, Republik Afrika Tengah, dan Madagaskar. Dikutip dari CNN, Senin (13/6/2016), lebih dari tiga perempat orang di negara tersebut hidup di bawah langit yang masih murni.

Bahaya Polusi Cahaya

Polusi cahaya memiliki efek langsung pada psikologis dan tingkah laku manusia. Menurut penelitian yang dilakukan pada 2007, polusi tersebut dapat mengubah ritme sirkadian dan mempengaruhi produksi beberapa hormon.

Hal tersebut juga dapat mengganggu siklus tidur dengan menekan penciptaan melatonin dan meningkatkan kortisol -- hormon yang terkait dengan stres.

Peta persebaran polusi cahaya di seluruh dunia (Fabio Falchi et al/AAAS)

Tak hanya di perkotaan, polusi cahaya juga dapat menyebar ke daerah yang tak berpenduduk juga dan mempengaruhi satwa liar.

Misalnya, lampu jalan di dekat garis pantai dapat menyebabkan bayi penyu yang baru menetas menjadi bingung dan justru membuat mereka berjalan ke pedalaman bukan ke laut. Menurut penelitian oleh Sea Turtle Conservancy, hal tersebut menyebabkan mereka mati karena dehidrasi atau dimangsa oleh predator.

Urgensi Menjaga Malam agar Tetap Gelap

Dalam waktu kurang dari 100 tahun, polusi cahaya akan bertambah parah. Menurut Dark Sky Association International (IDA), yakni sebuah organisasi yang memerangi polusi cahaya, jutaan anak-anak tak akan pernah melihat Milky Way di masa depan.

"Polusi cahaya mengambil kesempatan kita untuk merasakan pengalaman melihat keajaiban langit malam secara alami," tulis IDA dalam situsnya.

Organisasi tersebut juga meluncurkan program konservasi Dark Sky Places pada 2001, yang mendorong masyarakat untuk melindungi tempat-tempat di mana langit malam masih murni.

Cosmic Campground AS menjadi salah satu tempat konservasi untuk melihat langit malam yang masih murni (darksky.org)

Beberapa tempat konservasi tersebut berlokasi di Elqui Valley di Chili utara dan Cosmic Campground yang terletak di Gila National Forest, New Mexico barat.

Saat ini, bahaya polusi cahaya secara perlahan mulai menjadi hal yang dianggap penting oleh para ilmuwan.

Untuk mengurangi polusi cahaya, peneliti menyarankan masyarakat untuk menggunakan lampu secara minimum, menggunakan teknologi yang dapat mengurangi polusi cahaya, dan membatasi penggunaan lampu 'biru' yang dapat mempengaruhi ritme sirkadian bahkan penglihatan.

Video Terkini