Sukses

Terkuak, di Bawah Hutan Kamboja Tersembunyi Kota Abad Pertengahan

Penemuan tersebut diyakini menjadi salah satu kunci untuk membuka sejarah Asia Tenggara yang belum terungkap.

Liputan6.com, Phnom Penh - Beberapa arkeolog di Kamboja telah menemukan sejumlah kota tersembunyi dari Abad Pertengahan tak jauh dari kuil Angkor Wat. Penemuan tersebut diyakini menjadi salah satu kunci untuk membuka sejarah Asia Tenggara yang belum terungkap.

Arkeolog Australia, Dr Damian Evans, yang temuannya akan diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science, akan mengumumkan penemuan sejumlah kota berusia 900 hingga 1.400 tahun di bawah hutan tropis yang menggunakan teknologi udara laser scanning.

Beberapa 'kota baru' tersebut, luasnya diyakini akan menyaingi ukuran Ibu Kota Kamboja, Phonm Penh.

Sejumlah ahli percaya bahwa data yang baru-baru ini dianalisis -- bahan diambil pada 2015 menggunakan metode studi udara seluas 1.901 kilometer per segi -- menunjukkan bahwa kota tersebut merupakan wilayah padat penduduk dan merupakan kerajaan terbesar di Dunia pada Abad ke-12.

"Kami memiliki keseluruhan kota yang di temukan di bawah hutan. Tak ada satu pun orang tahu keberadaanya, yakni di Preah Khan, Kompong Svay, dan hanya sebagian Mahendraparvata di Phnom Kulen. Saat ini kami berhasil memperolehnya dan ukurannya sebesar Phnom Penh," ujar Evans.

Bekerja sama dengan Siem Reap’s École Française d’Extrême-Orient (EFEO) dan arsitek di Cambodian Archaeological Lidar Initiative (Cali), Evans akan mempresentasikan hasil penemuannya kepada Royal Geographic Society di London pada Senin 13 Juni.

Evans memperoleh dana penelitiannya dari European Research Council (ERC) setelah keberhasilan alat bernama light detection and ranging (Lidar) menemukan sejumlah kota baru di Kamboja pada 2012.

Pada tahun tersebut, dengan menggunakan Lidar, Evans berhasil mengungkap sebuah kompleks lanskap kota yang menghubungkan kuil-kota abad pertengahan, seperti Beng Mealea dan Koh Ker ke Angkor.

Dikutip dari The Guardian, Minggu (12/6/2016), penemuan tersebut mempertegas dugaan para arkeolog yang menyebutkan bahwa terdapat sebuah kota di bawah Gunung Kulen.

Kota tersembunyi di Kamboja yang terkuak dengan menggunakan pemindaian Lidar (Damian Evans/Journal of Archaeological Science)

Dari hasil kelanjutan penelitiannya, pada tahun 2015 Evans menemukan kota yang terpendam bertambah luas dan semakin jelas.

Survei tersebut mengungkap berbagai penemuan, termasuk sistem pengairan rumit yang dibangun ratusan tahun sebelum sejarawan percaya bahwa teknologi ada.

Temuan itu diyakini akan menentang teori yang selama ini menggambarkan bagaimana Kerajaan Khmer berkembang, mendominasi sejumlah wilayah, dan akhirnya mengalami penurunan pada Abad ke-15.

Wilayah temuan dari survei yang dilakukan para arkeolog pada 2012 dan 2015 (Damian Evans/Journal of Archaeological Science)

"Ada sebuah ide yang entah bagaimana Thailand menginvasi dan semua orang melarikan diri ke selatan -- itu tak pernah terjadi. Tak ada kota (yang diungkap oleh survei udara) bahwa mereka melarikan diri ke sebuah kota. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan atas gagasan tentang Peradaban Angkor," jelas Evans.

Angkor -- Ibu Kota Kerajaan Khmer -- dianggap sebagai pemukiman terluas dari masa pra-industri. Kota ini bahkan membuat sistem pengelolaan air yang sangat canggih.

Kota-kota baru yang ditemukan dengan cara menembakkan laser ke tanah dari helikopter (Lidar), menghasilkan citra yang sangat rinci dari permukaan Bumi.

Hasil pemindaian Lindar mengungkap sejumlah strukutr geometris di bawah hutan di Kamboja (Damian Evans / Journal of Archaeological Science)

Evans mengatakan bahwa alat tersebut juga telah mengidentifikasi sejumlah besar pola geometris misterius dari tanah yang diduga merupakan kebun.

Ahli di bidang arkeologi setuju bahwa penemuan tersebut merupakan yang paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

"Aku rasa penemuan dengan menggunakan laser udara tersebut menandai kemajuan terbesar dalam 50 bahkan 100 tahun terakhir tentang pengetahuan kita terhadap peradaban masyarakat Angkor," ujar profesor emeritus di Yale University dan salah satu arkeolog unggul dunia dengan spesialisasi Angkor dan Peradaban Khmer, Michael Coe.