Liputan6.com, Orlando - Pelaku penembakan massal bernama Omar Mateen, dari Fort Pierce, Florida. Lelaki keturunan kelahiran AS itu, menewaskan setidaknya 50 orang di klub malam khusus LGBT di Orlando.
Aksinya itu menambah sejarah terburuk penembakan massal di AS dan merupakan teror nasional terparah semenjak 9/11. Pelaku menyandera para pengunjung klub malam selama 3 jam, sebelum akhirnya melepaskan tembakan setelah polisi memutuskan menyerbu dan melumpuhkannya.
Selama aksinya berlangsung, ia menghubungi nomor layanan darurat AS, 911 dan berkoar bahwa dirinya adalah pendukung ISIS dan memiliki hubungan dengan kelompok militan tersebut. Mateen juga menyebut-nyebut tragedi bom Boston. Hal itu diungkapkan oleh pihak keamanan AS.
Mateen diketahui pernah diinterogasi oleh FBI pada 2013 dan 2014. Saat itu tak diendus adanya bahaya.
Menurut agen khusus FBI, Ronald Hopper, alasan diinterogasinya Mateen kerena pemuda itu sempat menunjukkan simpati bagi bomber bunuh diri. Karena dianggap tidak mencurigakan, FBI tidak memberikan pantauan kepada Mateen.
Dalam 2 minggu terakhir, Mateen membeli secara legal pistol Glock dan senjata laras panjang. Namun tak diketahui apakah kedua senjata itu ia gunakan dalam penyerangan.
"Ia orang yang tak dilarang membeli senjata. Selama orang itu memiliki catatan bersih, mereka bisa saja membeli izin senjata dan membelinya. Mateen melakukan hal yang sama," kata agen FBI Charge Trevor Velinor.
Pemuda kelahiran tahun 1986 di New York itu disebutkan telah menikah pada 2009, dengan seorang wanita asal Uzbekistan. Namun ia bercerai pada 2011.
Advertisement
Mateen bekerja semenjak 2007 sebagai petugas keamanan di G4S SecureSolution, salah satu perusahaan keamanan pribadi terbesar di dunia. Orangtua Mateen berasal dari Afghanistan mengaku tak tahu menahu keterkaitan anaknya dengan ISIS.
Media ISIS, kantor berita Amaq mengatakan, "Penyerangan bersenjata yang menargetkan klub malam berisi kaum LGBT di kota Orlando, negara bagian Florida yang menewaskan puluhan orang itu serta melukai ratusan orang, dilakukan oleh salah satu pejuang ISIS kami." Demikian dilansir dari CNN, Senin (13/2/2016).
Namun, menurut Salma Abdulaziz dari CNN yang menerjemahkan pesan dan memonitor pesan-pesan ISIS, meragukan isi tulisan itu.
Ia mengatakan, redaksi bahasa Amaq tidak konsisten. Tak biasanya Amaq menuliskan LGBT secara gamblang dan sebelumnya mereka tak mengungkapkan pelaku merupakan anggotanya, sampai media AS memberitakan kronologi tragedi mematikan itu.
Penyelamatan Diri yang Dramatis
Korban selamat dari Klub Malam Pulse melakukan aksi menyelamatkan diri yang dramatis. Ada satu orang bersembunyi di kamar mandi, menutupi tubuhnya dengan jenazah korban.
Para penari bersembunyi di kamar ganti saat suara tembakan terdengar, dan kabur dari gedung dengan merangkak keluar lewat celah lobang setelah polisi membongkar perangkat penyejuk udara.
Salah satu bartender mengatakan, ia bersembunyi di belakang meja bar. Polisi masuk dan berkata, "Kalau kamu masih hidup, angkat tangannmu." Polisi lantas menyelamatkannya.
Selama penembakan berlangsung, para korban selamat terus sembunyi dan berbicara dengan petugas keamanan dan keluarga hingga pukul 05.00 waktu setempat.
Menurut Mayor Buddy Dyer, 39 orang dan Mateen dinyatakan tewas di tempat. Sementara 11 orang yang dibawa ke rumah sakit dinyatakan meninggal.
43 orang terluka dirawat di rumah sakit dengan 26 orang dioperasi.
Sebelum hari Minggu kemarin, serangkaian penembakan massal mematikan terjadi di AS, antara lain di Virginia Tech 2007 dan Sandy Hook Elementary School pada 2012. Korban tewas dalam kedua penembakan itu 32 dan 37 orang. Sementara sebanyak 14 nyawa melayang dalam insiden yang sama di San Berardino, California.