Liputan6.com, Washington DC - Pelaku penembakan Orlando, Omar Mateen diduga kuat sudah lama merencanakan aksi jahatnya di klub malam Pulse.
Beberapa pekan sebelumnya, pemuda 29 tahun keturunan Afghanistan itu berusaha membeli pelindung tubuh yang diperuntukkan untuk personel militer atau Level III di sebuah toko setempat. Namun, sang penjual menolak memberikannya.
Baca Juga
Sebelumnya, ia telah membeli sebuah pistol Glock dan senapan laras panjang. Itu dilakukan secara legal.
Advertisement
Belum jelas apakah senjata-senjata itu kemudian ia gunakan untuk membantai pengunjung klub malam yang terkenal di kalangan LGBT itu. Yang jelas, 49 orang tewas dan 53 lainnya luka-luka akibat ulahnya.
Sendirian, ia menjadi pelaku penembakan massal paling mematikan dalam sejarah AS.
Hidup Matten tamat setelah peluru aparat menembus tubuhnya. Hingga kini, apa motif sesungguhnya di balik tindakan Omar Mateen belum diketahui.
Meski sempat menghubungi 911 dan berkoar soal sumpah setianya pada ISIS, polisi masih terus menyelidiki kebenaran di balik itu.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan, belum ada bukti langsung bahwa pelaku penembakan Orlando dikendalikan ISIS atau terkait langsung dengan organisasi teroris itu.
Obama menambahkan, serangan yang terjadi pada Minggu dini hari diperlakukan sebagai kasus terorisme.
Penembak tersebut mungkin terinspirasi, "oleh informasi ekstremis yang disebarkan melalui internet," kata Obama seperti dikutip dari BBC, Senin malam (13/6/2016).
Obama menambahkan, belum ada bukti kuat bahwa pelaku merupakan bagian dari plot yang lebih besar.
Sang presiden menambahkan, ada kemungkinan penembakan tersebut adalah kasus 'ekstremis domestik' (homegrown extremism).
"Belum ada bukti jelas bahwa ia diarahkan dari pihak ekstrenal," kata Obama. "Memang pada menit-menit terakhir ia mengumumkan kesetiaannya pada ISIS. Namun, belum ada bukti sejauh ini bahwa ia faktanya dikendalikan ISIL (ISIS).
Barack Obama sebelumnya mengatakan penembakan massal di sebuah kelab malam di Orlando, Florida, merupakan "aksi teror dan tindak kebencian".
Obama mengaitkan penembakan di Orlando dengan sejumlah penembakan lain seperti di sebuah gereja di Charleston dan di beberapa kampus.
Ia kembali menyoroti kemudahan yang dirasakan orang untuk memperoleh senjata dan melakukan pembunuhan massal.
"Pelaku diduga bersenjatakan pistol dan senapan serbu berkekuatan tinggi. Pembunuhan massal ini, menjadi pengingat tentang betapa mudah seseorang untuk mendapatkan senjata yang memungkinkan mereka menembak orang-orang di sekolah, tempat ibadah, gedung bioskop atau di klub malam."