Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, melakukan pertemuan dengan 50 orang perwakilan kelompok/organisasi TKI yang ada di Hong Kong.
Dalam pertemuan tersebut Menlu Retno menerima sejumlah keluhan. Terutama soal pelayanan perpanjangan paspor, khususnya pasca penerapan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM).
Menlu memastikan, pemerintah sudah menemukan formula untuk menyelesaikan masalah ini. Setidaknya ada tiga langkah yang akan diambil.
"3 langkah strategis untuk mengatasi permasalahan yang muncul terkait penerapan SIMKIM di Hong Kong. Pertama, Menlu dan Menkumham sudah bertemu dengan Acting Chief Executive Otoritas Hong Kong untuk menjelaskan mengenai SIMKIM dan untuk menghindari TKI dipidanakan akibat perubahan data paspor," ucap Menlu Retno dalam keterangan pers kepada Liputan6.com, Kamis (16/6/2016).
"Kedua, mengirimkan Tim Perbantuan Teknis dari Kemlu dan Imigrasi untuk melakukan percepatan pembuatan paspor; dan ketiga, menyederhanakan proses pembuatan paspor sehingga WNI cukup datang sekali ke KJRI," sambung dia.
Selain ketiga hal itu, Menlu juga memastikan akan meminta sejumlah inovasi teknologi dilakukan di KJRI dalam rangka memudahkan pelayanan.
Penerapan sistem SIMKIM banyak dikeluhkan karena menyebabkan lambatnya proses pembuatan paspor. Para WNI diharuskan datang dua kali ke perwakilan Indonesia.
Khusus di Hong Kong, sistem ini menyebabkan terjadinya penahanan sejumlah TKI oleh otoritas Hong Kong. Penyebabnya adalah terjadinya perubahan data paspor.
Dipakainya SIMKIM, dijelaskan Menkumham bukan tanpa alasan jelas. Yasona meyakini, kebijakan ini diambil agar paspor Indonesia memenuhi standar internasional.
TKI Hong Kong Keluhkan Penggunaan Sistem Imigrasi Baru
Sejumlah perwakilan TKI di Hong Kong mengeluhkan penerapan SIMKIM karena dinilai memperlambat pembuatan paspor.
Advertisement