Sukses

Tingkatkan Angka Kelahiran, Sel Telur di Negara Ini 'Dibekukan'

Pihak rumah sakit Urayasu berharap dengan menjaga sel telur mereka, perempuan Jepang dapat menjadi lebih terdorong untuk memiliki anak.

Liputan6.com, Urayasu - Sebuah wilayah di pinggiran Tokyo membuat program yang akan membantu para perempuan di Negeri Sakura itu membekukan sel telur mereka dalam rangka melawan penurunan angka kelahiran di Jepang.

Seperti laporan yang dikutip dari Theguardian, Jumat (17/6/2016), Kota Urayasu mengalokasikan dana sebanyak 90 juta yen atau setara dengan Rp 11,5 miliar selama tiga tahun.

Uang tersebut sebagai dana penelitian yang dilakukan oleh rumah sakit Universitas Juntendo Urayasu.

Pihak rumah sakit berharap dengan "menjaga" sel telur mereka, perempuan Jepang dapat menjadi lebih terdorong untuk memiliki anak ketika mereka benar-benar siap.

Biaya rata-rata yang diperlukan untuk ikut berpartisipasi dalam program tersebut adalah senilai 500 ribu yen atau Rp 64 juta dan 600 ribu yen atau Rp 77 juta. Namun, para peserta cukup membayar 20 persen dari harga tersebut.

Persyaratan untuk mengikuti program tersebut, peserta harus merupakan warga Urayasu, berusia antara 25 hingga 34 tahun.

Seorang dokter yang berpartisipasi dalam program tersebut, Dr Iwaho Kikuchi, mengatakan program itu diduga merupakan proyek pertama di dunia yang dibiayai dana publik.

"Sebanyak 12 persen perempuan kini sedang menjalani program pembekuan sel telur. Dan dua per tiga dari mereka, atau suaminya, memiliki masalah kesehatan," kata Iwaho.

Walaupun begitu, tingkat keberhasilan "penjagaan" sel telur tersebut tidaklah begitu tinggi.  Sel telur dapat membeku 30 persen pada usia 25 tahun, dan menurun menjadi 20 persen pada usia 34 tahun.

"Secara umum, kehamilan dan persalinan adalah masalah individu, tapi ketika situasinya telah berjalan sejauh ini, saya menganggap itu menjadi masalah publik. Saya melihat, menggunakan anggaran pengeluaran publik merupakan hal yang benar dilakukan," kata Wali Kota Urayasu, Hideaki Matsuzaki.

Video Terkini