Sukses

Pembunuh Sadis Anggota Parlemen Inggris Dikenal Sopan dan Lembut

Saudara tiri dan ibunya tak percaya Thomas Mair--si pembunuh Jo Cox-- anggota parlemen Inggris mampu melakukan perbuatan keji.

Liputan6.com, Leeds - Jo Cox, anggota parlemen Inggris yang tewas ditembak dan ditikam, diduga dibunuh salah satu anggota konstituennya. Pembunuh itu tinggal di seputaran Yorkshire dan dikenal sebagai tukang kebun.

Polisi sedang menginvestigasi pria bernama Thomas Mair. Diduga, pria yang dikenal sopan dan lembut oleh para tetangganya itu memiliki pandangan politik yang berbahaya. Hal itu terungkap oleh salah seorang saksi saat ia mendengar Mair berteriak "Britain First"-- kelompok yang menolak Inggris tetap dengan Uni Eropa--saat ia menyerang Cox pada Kamis, 16 Juni sore.

Foto pembunuh yang beredar dikenal dengan nama Tom atau Tommy bagi mereka yang mengenalnya dekat. Para tetangga mengatakan ia sosok yang sopan dan penyayang meskipun penyendiri.

Saudara tiri Tom membeberkan bahwa pria 52 tahun itu kerap menjadi sukarelawan di sekolah anak berkebutuhan khusus selama beberapa tahun dan tak pernah berbuat rasis terhadap siapa pun.

"Saudaraku adalah anak yang baik yang selalu belanja kebutuhan ibu kami dan mengunjunginya tiap Rabu hanya untuk menemaninya nonton film," kata Duane St. Louis, saudara tiri yang berbeda warna kulit itu, seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (17/6/2016).

Mair tidak tumbuh bersama sang ibu, melainkan bersama neneknya yang telah meninggal tahun 1996. Mereka tinggal di rumah kayu di Kota Birstall, 15 menit jalan kaki ke lokasi di mana parlemen Inggris itu tewas.

Menurut St. Louis, saudaranya itu tinggal sendiri sepeninggal neneknya. Ia tak pernah menikah dan punya anak, juga tak punya pacar.

Meski Mair sudah tinggal di rumah itu selama 40 tahun, tak banyak yang mengetahui kepribadiannya. Ia dikenal sebagai pria pendiam dan sopan serta kerap menjadi sukarelawan membersihkan kebun. Banyak orang percaya Mair memiliki masalah mental.

Foto diri dan wawancaranya pernah tercantum pada koran lokal, tahun 2011 dan tahun lalu. "Aku bisa berkata jujur, bekerja sukarela lebih baik dari pengobatan psikoterapi," kata Meir kepada surat kabar itu.

"Seluruh masalah di dunia akan terpecahkan jika kita mau melakukan sesuatu seperti bekerja sosial. Keluar rumah dan bertemu orang lain akan sangat kita," demikian kata Meir.

St. Louis tak percaya saudaranya yang lembut itu mampu melakukan perbuatan keji seperti itu. "Seperti mimpi. Aku tak percaya ia mampu melakukan seperti itu."

Demikian pula dengan ibu Mair, Marry yang tak percaya anaknya mampu melakukan pembunuhan sadis.

"Satu-satunya obsesi anakku itu adalah buku. Rumahnya penuh dengan buku. Membunuh bukan karakternya," ujar Marry.

Polisi belum menjelaskan secara detil kasus penyerangan Cox tersebut. Motif di balik tindakan sadis pelaku juga belum diketahui.

"Ini adalah penyelidikan yang sangat penting, ada banyak saksi yang memberikan keterangan pada polisi saat ini," kata Collins, seperti dikutip dari CNN. "Investigasi menyeluruh sedang dilakukan untuk mencari tahu motif dari serangan ini."