Liputan6.com, Verdun - Selama ini kelinci dikenal sebagai hewan dengan kuping panjang dan gigi besar yang tampak lucu nan menggemaskan. Banyak orang juga menganggap binatang berbulu itu sama sekali tak berbahaya.
Namun, kelinci dengan gambaran tersebut hal tersebut tak berlaku pada Abad Pertengahan. Ia dikenal sebagai hewan yang ganas, pandai menghunus pedang, dan tak segan-segan menghabisi nyawa hewan lain, termasuk manusia.
Baca Juga
20 Desember 1968: Pembunuh Berantai Misterius Zodiac Killer Bunuh Korban Pertamanya
17 Desember 1967: PM Australia Harold Holt Hilang Misterius Saat Berenang, Jasadnya Tak Pernah Ditemukan
Misteri Penembakan Bos Asuransi AS Brian Thompson: Foto Terduga Pelaku hingga Hadiah Rp158 Juta untuk Penangkapannya
Dikutip dari CNN, Senin (20/6/2016), dalam beberapa ilustrasi di bawah manuskrip Abad ke-14, terdapat kelinci yang menunggang singa dan manusia, bahkan memutilasi ksatria berbaju baja.
Advertisement
Baca Juga
Ilustrasi itu biasanya ditemukan dalam buku-buku untuk para rohaniwan dan dikenal dengan nama marginalia yang penuh dengan simbol. Tujuan dibuatnya gambar tersebut seringkali untuk menyindir para pejabat pemerintah.
Namun menurut Freeman, tak ada arti khusus dari ilustrasi tersebut dan memiliki banyak penafsiran.
Ketua kurator di Bibliotheque Verdun, Calire Ben Lakhdar, mengatakan bahwa kelinci dan anjing di manuskrip 'Breviaire de Renaud de Bar' (1302-1304) biasanya menyimbolkan cinta nan anggun antara laki-laki dan perempuan.
Freeman mengatakan bahwa kelinci yang ditemukan pada manuskrip 'Smithfield Decretals' merupakan contoh dari le monde renverse or le monder inverse -- dunia yang terbalik.
Bukannya menggambarkan tentang manusia yang berburu kelinci, dalam ilustrasi tersebut justru digambarkan manusia yang menjadi target.
"Ini adalah bagian dari kehidupan Abad Pertengahan yang lebih luas," ujar Freeman.
Namun tak semua orang kagum dengan ilustrasi tersebut. Seorang biarawan di Bernard of Clairvaux, French Cistercian, yang meninggal pada 1153 mendeskripsikan di Decretals bahwa gambar itu merupakan hal yang mengerikan dan konyol.
Di balik itu semua, buku-buku tersebut hanya tersedia untuk lapisan atas. Hal tersebut dianggap ironis mengingat marginalia tak mengenal adanya hirarki.
"Itu terdapat di ruang-ruang liminal -- tempat di mana masyarakat bisa dikritik dan dipertanyakan dengan menggunakan kiasan -- di mana ide semacam itu dapat secara aman, bahkan dieksplorasi dengan berani," ujar Freeman.
Beberapa penafsiran mengatakan, kelinci kejam itu tak hanya merupakan seorang pembunuh, namun bisa saja seorang pahlawan masyarakat. Namun hingga sekarang tak ada yang tahu pasti mengenai makna di balik ilustrasi tersebut.