Liputan6.com, Los Angeles - Biara St Catherine atau yang juga dikenal dengan nama Santa Katarina adalah situs warisan dunia UNESCO yang terletak di Semenanjung Sinai, tepatnya di mulut tebing di kaki Gunung Sinai. Biara itu disebut menyimpan sejumlah kitab tertua di dunia.
Kitab-kitab tersebut berisikan manuskrip zaman kuno dan zaman pertengahan. Bagian utuh dari manuskrip tersebut berada di bawah perlindungan Perpustakaan Vatikan.
Seperti dikutip dari laman University of California Los Angeles (UCLA), Senin (20/6/2016) sejumlah manuskrip itu membahas berbagai hal seperti sejarah, filsafat, kedokteran, hingga spiritual.
Baca Juga
Namun kumpulan manuskrip itu tidak dapat diakses dengan mudah oleh para cendekiawan dan mahasiswa, karena mereka harus bepergian ke kawasan gurun yang dianggap suci oleh tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Di masa kini, akses ke sana lebih rumit lagi karena adanya berbagai kekhawatiran tentang keamanan di Timur Tengah.
Belum lama ini, Yayasan Ahmanson memberikan hibah kepada perpustakaan UCLA. Hibah itu digunakan untuk mendanai Proyek Digitalisasi Perpustakaan Sinai. Ini dimaksudkan agar 1100 manuskrip langka berbahasa Siriak dan Arab itu dapat disalin secara digital sehingga mudah untuk diakses.
Advertisement
Proyek digitalisasi sejumlah manuskrip yang berasal dari Abad ke-4 hingga ke-17 itu digagas oleh para biarawan di St Catherine sendiri. Proses ini dimungkinkan melalui partisipasi perpustakaan UCLA dan Early Manuscripts Electronic Library (EMEL).
EMEL merupakan organisasi penelitian dan layanan nirlaba di Southern California yang menggunakan teknologi digital guna memungkinkan akses terhadap manuskrip dan sumber bersejarah lainnya oleh cendekiawan dan masyarakat umum.
Organisasi itu menjadi spesialis dalam perancangan sistem untuk menopang manuskrip ringkih selama proses digitalisasi dan dalam pemulihan manuskrip-manuskrip yang rusak, meluruh, ataupun terhapus.
"Manuskrip-manuskrip St. Catherine kritikal bagi pengertian kita tentang sejarah Timur Tengah, dan segala upaya harus ditempuh untuk melestarikannya secara digital dalam masa-masa bergolak sekarang," ujar Ahli Perpustakaan di UCLA, Ginni Steel.
"Dukungan bersifat visioner dari Yayasan Ahmanson itu meneruskan penelitian selama berabad-abad lamanya dan memastikan bahwa dokumen-dokumen yang tak ternilai harganya bukan hanya dapat diakses, namun juga dilestarikan dalam bentuk salinan digital," imbuhnya.
Di antara manuskrip tersebut, yang paling penting adalah salinan abad ke 5 untuk Injil berbahasa Siriak -- yaitu bahasa kesusastraan yang merujuk pada dialek Aramaik timur. Kemudian ada salinan Siriak untuk 'Kehidupan Para Wanita Kudus' bertarikh 779 M.
Lalu ada juga manuskrip versi Siriak terkait dengan 'Pembelaan Aristides' serta beberapa manuskrip berbahasa Arab dari abad 9 dan 10, yaitu ketika kaum Kristen Timur Tengah pertama kalinya mulai menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa kesusastraan.
Sama halnya dengan temuan Codex Sinaiticus pada Abad ke-19 di St Catherine. Penemuan itu memulai penelitian terhadap pengetahuan teologis, memungkinkan para cendekiawan untuk lebih mengerti lebih dalam. Sebagai catatan, Codex Sinaiticus merupakan Alkitab lengkap tertua yang berasal dari tahun 345 M.