Sukses

Detik-Detik Menegangkan Jelang Penentuan Nasib Inggris di UE

23 Juni 2016, Inggris akan menjadi pusat perhatian dunia menyusul digelarnya referendum untuk menentukan nasib keanggotaan negara itu di UE.

Liputan6.com, London - Tepat 23 Juni, perhatian dunia akan tertuju ke Inggris. Negeri yang dikepalai oleh Ratu Elizabeth II itu akan menggelar referendum untuk memutuskan bertahan atau keluar dari keanggotaan Uni Eropa (UE). Pemungutan suara ini dikenal dengan nama Brexit, singkatan dari "British Exit".

Dikutip dari Time, Rabu (22/6/2016), berikut sejumlah fakta singkat tentang Brexit. Mulai dari apa yang akan terjadi pada 23 Juni mendatang, bagaimana Inggris menjadi anggota UE, mengapa sejumlah pihak ingin Brexit terjadi, siapa yang mendukung Inggris tetap di UE, hingga kapan hasil publik dapat mengetahui hasil pemungutan suara tersebut.

Apa yang akan terjadi pada 23 Juni?

Warga Britania Raya dan Irlandia Utara akan melakukan referendum untuk memutuskan masa depan Inggris, yakni tetap bersama atau hengkang dari UE. Para ekonom, politikus, dan sejumlah pihak di seluruh dunia memperkirakan jika Brexit benar-benar terjadi maka Inggris akan mendapat bencana besar.

Gelombang kekacauan ekonomi dan politik disebut akan menjalar ke Eropa, Amerika Serikat (AS), dan pada akhirnya ke seluruh dunia. Namun yang terjadi saat ini, jumlah pemilik suara baik yang pro-Brexit maupun sebaliknya merata sehingga wajar bila banyak pihak cemas menunggu hasil referendum.

Apa itu UE? Bagaimana Inggris menjadi anggota UE?

Setelah Perang Dunia II berakhir pada 1945, Inggris menolak untuk bergabung dengan lembaga baru bentukan sejumlah negara Eropa. Lembaga ini mendorong pada kerja sama dan hubungan damai. Inggris lebih tertarik untuk fokus pada sektor perdagangan dan investasi dengan sejumlah mantan koloninya, seperti AS, India, Kanada, dan Australia.

Pada 1960-an, Inggris pun berubah pikiran. Britania Raya akhirnya memutuskan bahwa akan lebih baik jika bergabung dengan Komunitas Ekonomi Eropa (EEC), kelak menjadi UE. Namun keinginan Inggris itu mendapat penolakan dari sejumlah negara Eropa, khususnya Prancis.

Pinangan Inggris untuk bergabung dengan EEC ditolak pada 1961. Presiden Prancis ketika itu, Charles de Gaulle, takut Inggris akan menjadi kuda troya--musuh di dalam selimut--bagi pengaruh AS.

Setelah de Gaulle lengser dan digantikan Felix Gouin, tepatnya pada 1967, Inggris kembali melamar menjadi anggota UE. Kali ini permohonan itu diterima dan Britania Raya resmi bergabung dengan zona perdagangan bebas UE pada 1973. Setelah itu EEC berganti nama menjadi Masyarakat Eropa dan terakhir menjadi UE.

Saat ini UE tidak hanya berkutat pada sektor perdagangan, tetapi juga hak asasi manusia dan kebijakan luar negeri terkait dengan hukum lingkungan. Sejumlah organ penting UE antara lain Parlemen UE, Komisi UE, Mahkamah UE, dan Bank Sentral UE.

Mengapa sebagian warga Inggris menginginkan Brexit terjadi?

Para pendukung Brexit (BBC)

Terdapat tiga alasan utama. Pertama, mereka yang menginginkan Brexit terjadi percaya bahwa jangkauan kekuasaan UE begitu besar hingga berdampak pada kedaulatan Inggris.

Kedua, kelompok pro-Brexit merasa terganggu dengan aturan yang ditetapkan di Brussels, markas UE, di mana mereka meyakini hal itu mencegah bisnis beroperasi secara efisien. Isu migran adalah alasan ketiga sekaligus utama yang memicu perdebatan Brexit "memanas".

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu prinsip kunci dari UE adalah pergerakan bebas setiap warganya. Ini berarti warga Inggris dapat bekerja dan hidup di negara mana saja yang tergabung dalam UE, begitu juga sebaliknya.

Terdapat sekitar 3 juta warga UE lainnya yang hidup di Inggris, sementara terdapat 1,2 juta warga Inggris yang tersebar di sejumlah negara UE. Briton, sebutan untuk warga Inggris, menyalahkan para migran terkait dengan sejumlah isu seperti pengangguran, upah rendah, dan rusaknya sistem pendidikan serta kesehatan bahkan kemacetan lalu lintas.

2 dari 2 halaman

Bagaimana Jika Brexit Terjadi?

Mengapa sebagian warga Inggris memilih tetap bersama UE?

Ada empat alasan yang melatarbelakangi mengapa sebagian warga Inggris memilih tetap menjadi bagian dari UE. Pertama adalah perdamaian, mengingat di masa lalu tepatnya di abad ke-20, Eropa hancur oleh dua perang. Dan kini negara-negara yang terlibat peperangan telah menjadi sekutu di bawah naungan UE.

Alasan kedua adalah perdagangan bebas. UE adalah blok perdagangan bebas terbesar di dunia, membuat Inggris memiliki akses bebas tarif untuk itu. Ketiga, investasi di mana para investor telah memilih Britania Raya sebagai "markas" mereka karena negara itu adalah bagian dari UE dan jika Brexit terjadi, maka perusahaan akan mempertimbangkan kembali keberadaan mereka.

Berikutnya yang menjadi pertimbangan mereka yang menolak Brexit adalah persatuan. Meski keluar dari UE, Inggris tidak dapat menghindari hubungan dengan UE, forum yang berkembang sebagai rumah bagi komunikasi multilateral. Meninggalkan UE dan memulai mekanisme baru untuk komunikasi bilateral dan multilateral akan membuat banyak pekerjaan rumah baru yang tidak memiliki jaminan akan berhasil.

Bagaimana jika Brexit terjadi?

Tidak ada negara yang pernah "bercerai" dari UE sebelumnya. Namun jika Britania Raya benar-benar memutuskan hengkang, maka pimpinan negara itu memiliki waktu dua tahun untuk menegosiasikan persyaratan untuk meninggalkan UE dan mengatur ulang perjanjian perdagangan baru dengan ratusan negara.

Brexit juga dapat menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa saat ini dan menggagalkan pemilu. Situasi yang penuh ketidakpastian ini memiliki dampak berbahaya bagi sektor ekonomi. Sejumlah ekonomi meyakini, Inggris dapat mengalami resesi dan pada akhirnya mengguncang perekonomian dunia.

Dalam jangka panjang, Inggris akan kehilangan hak perdagangan bebas yang dimiliki setiap anggota UE. Sebaliknya, UE akan kehilangan penyumbang terbesar kedua untuk anggaran operasional, dan hampir 15% dari PDB.

Isu lainnya menyangkut persoalan prosedural. Sebanyak 3 juta warga UE yang tinggal di Britania Raya dan begitu juga sebaliknya harus mengurus status baru mereka. Hal serupa juga harus dilakukan oleh sejumlah perusahaan Inggris yang beroperasi di UE.

Siapa yang pro-Brexit?

Kampanye Brexit didukung oleh sebagian besar spektrum politik sayap kanan. Partai Independen Inggris (UKIP) yang dipimpin oleh Nigel Farage telah mendorong referendum sejak UKIP dibentuk pada 1993.

Mantan Wali Kota London, Boris Johnson, dan lima menteri yang duduk di kabinet juga turut melakukan kampanye pro-Brexit. Sementara itu, dari luar Inggris terdapat Presiden Rusia, Vladimir Putin dan calon kandidat Presiden AS, Donald Trump, yang mendukung Inggris meninggalkan UE.

Siapa yang menolak Brexit?

PM Inggris David Cameron (Columnist.org.uk)

Perdana Menteri Inggris, David Cameron, menjadi pihak yang bersuara paling lantang menolak Brexit. Sementara itu, dukungan terhadap dirinya datang dari sejumlah kepala negara, seperti Presiden AS, Barack Obama, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, Kanselir Jerman, Angela Merkel, dan sejumlah pemimpin dunia lainnya.

Novelis ternama asal Inggris, J.K. Rowling, baru-baru ini memperingatkan mereka yang menuntut Brexit terjadi telah percaya dengan bisikan monster.

Bagaimana perkiraan suara saat ini?

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan akhir pekan ini menunjukkan suara mereka yang pro maupun kontra hampir seimbang. Namun survei telepon menunjukkan pro-Brexit mencapai 45%, sementara mereka yang menolak sebanyak 42%.

Jajak pendapat secara online menyebutkan, 44% memilih berpisah dari UE sementara 43% memutuskan tetap berada di bawah UE. Survei yang dilakukan The Independent kurang lebih sama, mereka yang pro-Brexit unggul dibanding yang menolak bercerai.

Kapan publik tahu hasil referendum?

Tempat pemungutan suara akan ditutup pada pukul 22.00 waktu setempat. Hasilnya akan dihitung dan diumumkan oleh daerah yang dimulai setelah tengah malam.

Proses penghitungan suara diperkirakan akan benar-benar selesai keesokan harinya pada pukul 07.00 waktu setempat. Selanjutnya, Kepala Petugas Penghitung Suara akan mengumumkan hasil referendum.

Bagaimana Brexit dapat mempengaruhi AS bahkan dunia?

Inggris adalah salah satu mitra utama Amerika dalam perdagangan, sehingga perubahan monumental ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam masa depan hubungan itu, terutama jika Britania Raya mengalami resesi. IMF memperingatkan bahwa Brexit dapat menurunkan output ekonomi banyak negara, termasuk AS hingga mencapai setengah persen.

Akibatnya, nilai euro atau poundsterling akan terpuruk di bawah dolar. Ini akan menjadi pukulan kuat bagi eksportir AS. Sementara itu, di luar hubungan ekonomi, Negeri Paman Sam juga patut khawatir dengan ketidakstabilan politik pasca-Brexit terjadi.

Tidak menutup kemungkinan, sejumlah negara lain akan mengikuti jejak Inggris meninggalkan blok perdagangan terbesar di dunia, melemahkan Eropa secara keseluruhan termasuk mengancam masa depan NATO. Sementara di sisi lain, bayang-bayang Rusia mengintai.