Sukses

Kuak Alam Semesta, Ilmuwan Rancang Teleskop 'Partikel Hantu'

Teleskop tersebut rencananya akan diletakkan di kedalaman Laut Mediterania.

Liputan6.com, Amsterdam - 'Ghost particle' atau partikel hantu, merupakan partikel yang sulit untuk dipahami. Para peneliti pun membutuhkan waktu hingga 9 tahun dalam upaya pencarian sebuah partikel hantu.

Partikel yang dikenal dengan nama neutrino tersebut mirip dengan elektron. Namun, partikel hantu memiliki satu perbedaan krusial, yakni tak memiliki muatan listrik.

Meskipun partikel hantu sulit ditemukan, ilmuwan dari KM3NeT menggunakan partikel tersebut untuk membuat teleskop neutrino terbesar di dunia. Hal tersebut bertujuan untuk memberi petunjuk bagaimana alam semesta pertama kali dibentuk.

Dikutip dari Daily Mail, Sabtu (25/6/2016), neutrino merupakan pembawa pesan yang baik dari angkasa luar. Karena tak memiliki muatan, mereka dapat melakukan perjalanan jarak jauh tanpa mengalami gangguan oleh materi atau medan magnet.

Neutrino pertama kali ditemukan oleh ilmuwan pada November 2015, setelah sembilan tahun melakukan penelitian dengan menggunakan detektor partikel sepanjang 12 meter.

Hal tersebut dapat memberi petunjuk penting tentang evolusi alam semesta, karena neutrino dipancarkan dari sisa-sisa ledakan supernova. Selain itu, dengan mempelajari partikel tersebut, dapat memperluas pengetahuan kita di bidang fisika atom.

Menurut salah satu anggota proyek KM3NeT, Maarten de Jong, menemukan partikel hantu sangat sulit dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan detektor berukuran besar.

Untuk mendeteksi neutrino dari angkasa luar, dibutuhkan tempat yang besar guna meletakkan alat. Untungnya, Bumi memiliki daerah tersebut dan para peneliti memutuskan untuk menggunakan kedalaman laut Mediterania.

Proses Menangkap Partikel Hantu

Menangkap neutrino membutuhkan proses 3 tahap.

Pertama, neutrino yang berinterkasi dengan inti atom dalam media sasaran (air) menghasilkan partikel yang bergerak pada kecepatan cahaya -- dikenal sebagai partikel bermuatan relativistik.

Kedua, pergerakan partikel bermuatan relativistik yang melalui air, menghasilkan cahaya bernama Cherenkov -- cahaya berwarna biru.

Terakhir, cahaya Cherenkov akan dideteksi oleh susunan 3 dimensi foto-sensor yang sangat sensitif.

Cahaya Cherenkov yang biasanya ditemukan pada reaktor nuklir (Donat Sorokin/TASS)

"Air alami ini datang begitu saja, sangat transparan jika terkena cahaya Cherenkov, dan cukup dapat diakses, yang memungkinkan penyebaran serentetan foto-sensor," jelas de Jong.

Laut Mediterania memiliki kedalaman hingga beberapa kilometer, di mana cahaya matahari tak dapat menembusnya.

Hal tersebut menyebabkan ruang optik dapat ditempatkan dalam kegelapan agar cahaya Cherenkov dapat mencapai sensitivitas maksimum.

Kurangnya cahaya juga membuat teleskop neutrino dapat dioperasikan selama 24 jam sehari dan 7 hari per minggu.

Desain Teleskop Neutrino

Peluncuran teleskop neutrino rencananya akan terdiri dari tiga blok bangunan, di mana setiap blok memiliki 115 tali dan 18 modul optik.

Tali yang dapat memanjang hingga ratusan meter, berlabuh di dasar laut dan dijaga agar tetap berada dalam posisi vertikal oleh pelampung di bagian atas.

Rangkaian panjang dari detektor sangat penting, karena membuat para peneliti dapat merekonstruksi lintasan datangnya neutrino.

Detektor neutrino sepanjang 12 meter yang dipenuhi argon cair seberat 170 ton (MicroBooNE)

Data yang telah terkumpul lalu dapat digunakan oleh peneliti untuk mengidentifikasi lokasi sumber yang sesuai di angkasa luar.

Susunan tersebut akan memberikan bagian besar teka-teki yang dibutuhkan untuk mengamati seluruh langit akan kedatangan neutrino, menghubungkan teleskop yang telah ada di bawah Kutub Selatan dan Danau Baikal, Rusia.

KM3NeT meyakini, dengan bertempat di Laut Mediterania akan membuat biaya yang lebih efektif dalam pembangunan infrastruktur penelitian tersebut.