Sukses

Ilmuwan Temukan 'Indra Ke-6' Manusia yang Hilang?

Ilmuwan dari Caltech tersebut membuktikan indra ke enam manusia dengan menggunakan sangkar Faraday dan EEG.

Liputan6.com, Pasadena - Selama ini kita mengetahui bahwa manusia memiliki 5 indra, yakni penglihatan, pendengaran, peraba, pembau, dan pengecap. Namun sejumlah ilmuwan mengklaim bahwa manusia sebenarnya mempunyai lebih banyak indra.

Penduduk asli Amerika konon menganggap bahwa rambut memiliki kekuatan super.

Selama Perang Vietnam, suku Choctaw dan Navajo -- yang dikenal sebagai 'Code Talker' selama Perang Dunia II, direkrut dan diberi tugas bergerilya di medan terjal berbahaya dan zona konflik.

Mereka sengaja ditarik jadi tentara karena disebut memiliki kemampuan melacak yang luar biasa, nyaris supranatural. Namun, di lapangan, hasil kerjanya tak memuaskan.

Suku asli Amerika itu mengaku kekuatan sensoriknya menghilang semenjak rambutnya dipotong cepak. Salah satu hasil laporan menghasilkan teori bahwa rambut panjang mungkin berperilaku seperti kepanjangan dari sistem syaraf.

Namun, tak semuanya sepakat dengan klaim tersebut. Mereka yang skeptis menentangnya dan mengatakan bahwa tak ada bukti sahih soal itu.

Kali ini seorang ilmuwan dari California Institute of Technology (Caltech), Joe Kirschvink, mengaku memiliki bukti bahwa manusia dapat mendeteksi medan magnet Bumi.

Dengan menggunakan sangkar Faraday dan EEG monitor -- alat untuk merekam fluktuasi tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak, Kirschvink mengobservasi perubahan yang dapat direproduksi di dalam gelombang alfa otak manusia ketika melakukan penyesuaian medan magnet di sekitar mereka.

"Ini merupakan bagian dari sejarah evolusi kita," ujar Kirschvink. "Reseptor magnet mungkin merupakan indra utama," imbuhnya.

EEG Monitor untuk merekam fluktuasi tegangan dalam neuron otak (psychologytoday.com)

Dikutip dari Daily Mail, Kamis (30/6/2016), kemampuan untuk mengindra medan magnet Bumi sebelumnya telah ditemukan di beberapa makhluk, seperti burung, serangga, dan mamalia lain yang menggunakannya untuk bermigrasi atau sebagai penunjuk arah lingkungan sekitar.

Selama berpuluh tahun, peneliti telah meneliti fenomena tersebut pada hewan. Mereka menemukan bahwa anjing, serigala, dan beruang juga memiliki molekul pengindra berupa cryptochrome -- protein unik untuk membantu mengenali medan magnetik -- di matanya.

Ahli lain juga berkata bahwa 'indra ke-6' memanfaatkan kekuatan dari mineral besi dan magnetit yang bertindak sebagai 'jarum kompas'. Sementara lainnya berkata bahwa hal tersebut bergantung pada protein dalam retina, yakni cryptochrome, demikian menurut laporan majalah Science.

2 dari 2 halaman

Menguji Kemampuan Manusia Mendeteksi Medan Magnet

Menguji Kemampuan Manusia Mendeteksi Medan Magnet

Selama uji coba, Kirschvink dan timnya membuat sangkar Faraday untuk menguji kemampuan tersebut pada manusia.

Sangkar tipis itu terbuat dari kotak alumunium yang menghalangi seluruh gangguan elektromagnetik dengan menggunakan gulungan kawat yang disebut kumparan Merritt.

Partisipan yang diuji coba duduk dengan keadaan gelap, di mana mereka hanya terpapar medan magnet murni dan tak ada stimulus maupun gangguan yang dapat masuk ke dalam sangkar.

Sebanyak 24 relawan dipasang alat EEG untuk memantau aktivitas otaknya ketika dipaparkan medan magnet berputar yang meniru Bumi.

Dari penelitian tersebut, ketika medan magnet berputar searah arum jam, gelombang alfa otak partisipan mengalami penurunan. Hal itu menunjukkan bahwa partisipan memberi reaksi terhadap medan magnet.

Sangkar Faraday yang digunakan Kirschvink dalam penelitiannya (C Bickel/Science)

Disamping penelitian tersebut, Kirschvink menemukan bahwa respon saraf tertunda selama beberapa ratus mili detik yang diyakini sebagai respon aktif otak.

Hal tersebut kemungkinan terkait dengan gagasan bahwa medan magnet dapat mempengaruhi arus listrik di otak yang meniru sinyal EEG.

Kirschvink menemukan respon serupa ketika medan magnet diputar balik di dasar kotak, namun tidak terjadi ketika medan magnet diputar di atas atau searah jarum jam. Hal tersebut dapat mencerminkan polaritas kompas magnetik manusia.

Karena EEG monitor menangkap aktivitas otak dan tak mendapat gangguan daya tarik, ia meyakini reseptor magnet menjadi sumber utama dari kemampuan tersebut.

"Penemuan eksperimen ini dapat diulang dan diverifikasi," ujar Kirschvink.

 

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.