Liputan6.com, Jenewa - Menurut laporan terbaru dari PBB, mereka memperingatkan adanya ancaman nyata jika teroris menggunakan 'killer robots' atau robot pembunuh.
Laporan yang didasarkan dari hasil pertemuan yang membahas mengenai senjata itu mengatakan, Lethal Autonomous Weapons Systems (LAWS) atau senjata otonom pada masa depan dapat melakukan serangan.
Baca Juga
Para ahli dari beberapa negara berkumpul dalam pertemuan di Jenewa pada awal tahun ini untuk mempertimbangkan dampak LAWS -- robot yang dirancang untuk memilih dan menyerang target militer, baik orang maupun bangunan, tanpa adanya intervensi manusia.
Advertisement
Baca Juga
Tujuan pertemuan tersebut adalah memulai proses pengaturan ketat dalam mengatur penggunaan robot pembunuh. Hal itu untuk memastikan robot tak digunakan sebagai senjata dalam perang.
Namun menurut laporan, teroris kemungkinan tak mengindahkan peraturan yang dibuat PBB.
"Sistem robot (pembunuh) mungkin telah tersedia dengan teknologi maju pada tahap awal, namun ada kemungkinan bahwa mereka akan berkembang," tulis laporan itu.
"Dalam skenario di mana LAWS bertindak sebagai pengganda serangan, kontrol manusia menjadi tak jelas, terutama karena campur tangan manusia akan dibatasi," imbuh laporan tersebut.
Dalam laporan sebelumnya, manusia diminta agar tetap mengawasi seluruh sistem senjata di mana teknologi berkembang begitu cepat. Demikian seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (1/7/2016).
Laporan itu menyebutkan, manusia dibutuhkan untuk tetap mengontrol fungsi penting dalam peperangan, termasuk menyeleksi target, menyelamatkan nyawa, dan memastikan bahwa penyerang patuh terhadap hukum internasional.
"Mesin memang memiliki peran penting sebagai alat perang, namun ditilik dari sejarah, manusia memiliki kemampuan untuk mengatur bagaimana mesin itu digunakan," ujar peneliti senior Human Rights Watch, Bonnie Docherty.
"Saat ini terdapat ancaman nyata bahwa manusia akan melepaskan kontrolnya dan melimpahkan keputusan hidup dan mati kepada mesin," imbuhnya.
Manusia vs Robot Pembunuh
Manusia vs Robot Pembunuh
Tahun lalu lebih dari 1.000 ahli teknologi dan robotik, termasuk Stephen Hawking, CEO Tesla Motors Elon Musk, dan co-founder Apple Steve Woznak, memperingatkan bahwa senjata semacam itu dapat dibuat dalam beberapa tahun ke depan dan tak memerlukan puluhan tahun.
Dalam sebuah surat terbuka, mereka berpendapat jika mayoritas kekuatan militer mendorong kemajuan senjata otonom, maka perlombaan senjata global hampir tak terelakkan.
Stephen Hawking juga mengungkapkan kekhawatirannya tentang masa depan senjata otonom pada acara Lary King Now.
"Aku tak berpikir bahwa kemajuan kecerdasan buatan akan menjadi jinak," ujarnya.
"Sekalinya mesin dapat mengembangkan dirinya sendiri, kita tak dapat memprediksi apakah tujuan mereka sama dengan kita. Kecerdasan buatan memiliki potensi berkembang lebih cepat dari manusia," jelas Hawking.
Menurut organisasi asal London, Campaign to Stop Killer Robots, Amerika Serikat, China, Israel, Korea Selatan, Rusia, dan Inggris sedang mengembangkan sistem yang akan menciptakan mesin perang otonom lebih canggih.
Namun petinggi Google, Eric Schmidt, menulis opini bahwa orang-orang harus berhenti merasa takut dengan kecerdasan buatan.
"Sejarah teknologi menunjukkan, sering terdapat skeptisme dan ketakutan sebelum hal itu benar-benar meningkatkan kehidupan manusia," ujar Schmidt.
Menurutnya, salah satu hal yang terbaik untuk menghadapi hal tersebut adalah dengan membuat solusi.
"Google, di samping banyak perusahaan lain, sedang melakukan penelitian ketat tentang keamanan AI (Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan), seperti memastikan orang dapat menginterupsi sistem AI setiap kali diperlukan, dan bagaimana membuat sistem tersebut kuat terhadap cyberattacks," jelasnya.
Advertisement