Sukses

'Pasangan' dari Masa Keemasan Ini Bersatu Lagi Setelah 351 Tahun

Dua pemain musik tersebut pada awalnya sempat diakui oleh dua orang pialang sebagai koleksi kerajaan milik Raja Stanislaus II dari Polandia.

Liputan6.com, London - Dua wanita kembali berdampingan menatap dari tempat duduk alat musik mereka pekan ini, tepatnya di Dulwich Picture Gallery, akan kembali 'menyatu', setelah mereka terpisah selama 351 tahun.

Dua lukisan wanita pemain musik itu merupakan karya pelukis Belanda abad ke-17, Gerrit Dou, yang dianggap sebagai bintang pada masanya. Ia adalah seorang murid Rembrandt dan oleh rekan-rekannya dipandang terhormat.

Dou mengerjakan karyanya secara perlahan, bahkan perlu waktu seminggu untuk melukis tangan manusia. Sungguh hebat ketika ia akhirnya menyelesaikan satu lukisan, apalagi kalau dua lukisan.

Dikutip dari The Guardian pada Rabu (6/7/2016), dua lukisan itu dulunya dipajang bersama dalam rumah seorang hartawan bernama Johannes Hannot di Leiden pada 1655. Karya itu disebut-sebut sebagai pameran solo pertama oleh seniman yang masih hidup.

Dua lukisan itu kemudian berpindah tangan beberapa kali hingga akhirnya lukisan 'A Woman Playing a Clavichord' menjadi koleksi yayasan galeri Dulwich di selatan London.

Lukisan-lukisan tersebut pada awalnya sempat diakui oleh dua orang pialang sebagai koleksi kerajaan milik Raja Stanislaus II dari Polandia. Kenyataannya, ketika koleksi itu selesai, raja tersebut sudah wafat dan kerajaannya sudah tiada.

 Lukisan 'A Woman Playing a Clavichord' dan 'A Young Lady Playing the Virginal'. (Sumber Dulwich Pitcure Gallery via Guardian)

Lukisan-lukisan wanita dan alat musik clavichord (sejenis piano) tersebut kemudian dipajang dalam bangunan yang dirancang oleh Sir John Soane sebagai galeri seni pertama sedunia.

Ian Dejardin, seorang direktur di Dulwich, berhasil membawa lukisan 'Young Lady Playing the Virginal' dari Amerika Serikat. Nuansa lukisannya lebih gembira dan menggambarkan suatu pesta yang sedang berlangsung di latar belakang.

Lukisan pinjaman itu telah bersemayam sebagai koleksi pribadi di AS selama satu abad terakhir, dan terjual melalui lelang Christie’s New York empat tahun lalu seharga US$3,3 juta (US$3,45 juta pada 2016 sekitar Rp 45,35 miliar). Harga itu jauh di atas dugaan pihak pelelangan.

Tampilan lukisannya dianggap sebagai acuan kepada rasa cinta kepada seni masa keemasan Belanda, saat pemain musik mendongak seakan mengajak orang yang melihatnya untuk bergabung bersama.

Karya Dou disebut-sebut terpengaruh oleh gambaran serupa oleh seniman paling dihormati di Belanda, Johannes Vermeer, bahkan termasuk perincian gambar karpet gantung bergelung dalam beberapa karyanya.

Teknik yang dipakai Dou mencakup perincian teliti akan sangkar burung, yang membayang sedang tergantung di atas kepala sang musisi dan air di atas meja di latar belakang lukisan yang dibawa ke AS. Perincian itu dibuat secara obsesif sehingga ia bahkan membuat sendiri kuasnya. Bahkan ada selentingan ia menggunakan bulu mata bayi supaya mendapatkan bulu paling halus.

Dou berhenti menjadi pelukis potret karena pelanggan-pelanggannya yang kaya raya tidak mau duduk diam sedemikian lamanya selama dilukis.

Dua lukisan tersebut akan dipajang bersama di Dulwich hingga 6 November.

Video Terkini