Liputan6.com, Jakarta Pada tahun 1984, sastrawan, George Orwell, mengejutkan pembacanya lewat karya terbarunya yang terinspirasi dari Jack London, The Iron Heel.
Tulisan baru Orwell tersebut menceritakan tentang tindak kekerasan dan terorisme yang terjadi pada abad ke-19 dan ke-20.
Mengutip sebuah alinea dari tulisannya yang berbunyi, 'Jika kamu ingin membayangkan gambaran di masa depan, bayangkan sepatu boot menginjak-injak wajah manusia - selamanya'.
Advertisement
Kutipan karya tersebut menghantui pikiran beberapa pembacanya selama berabad-abad. Terutama, dengan banyaknya terjadi kekerasan dan terorisme di masa ini.
Baca Juga
Adanya Death Squad atau unit luar hukum dan paramiliter yang bertugas melakukan eksekusi, seakan membuat tulisan Orwell terlihat seperti sebuah ramalan masa depan.
Seperti yang dikutip dari Listverse.com, Kamis (7/7/2016), Death Squads melakukan pekerjaan 'kotor' dan keji, yang tidak dilakukan oleh kelompok manapun did unia.
Nama regu kematian itu sendiri menjadi populer selama Perang Dunia II dan Perang Dingin.
Walaupun baru 'muncul' di masa-masa kelam tersebut, sebenarnya Death Squad sudah ada jauh sebelum itu, hanya saja dengan nama yang berbeda.
Di negara-negara seperti Rusia, Mesir, dan Brazil, keberadaan Death Squads sudah ada dari masa ke masa.
Hingga kini, kelompok 'malaikat maut' tersebut masih bisa ditemukan di negara-negara itu.
Mereka dikenal terlibat dalam hal-hal 'busuk' seperti korupsi, perselisihan sosial, dan perpecahan politik yang mendalam.
Death Squads bekerja dengan menjunjung tinggi slogan 'kadang, hal buruk harus dilakukan untuk mencegah sesuatu yang lebih buruk terjadi'.
Dengan demikian, mereka hanya mempunyai satu tujuan hidup, membunuh. Berikut Liputan6.com urutan 5 Death Squads paling kejam yang pernah ada di dunia:
1. Aliansi Anti-Komunis Argentina
Sejak tahun 1943, Argentina jatuh di bawah mantera paham Peronis.
Peronisme didirikan oleh mantan Presiden Juan Peron dan menjadi dasar pergerakan politik Argentina. Pada awalnya, Peron menyuarakan pesan rakyat yang menganut nasionalisme dan mendukung kepentingan pekerja perkotaan.
Namun sayangnya, hal tersebut terjadi hanya sebelum Presiden Peron digulingkan dari kursi kepemerintahannya pada tahun 1955. Saat itu, Peron merupakan seorang pemimpin yang sangat populer dan karismatik.
Selama masa jabatannya, dia mendapatkan banyak dukungan, baik dari Partai Buruh, maupun dari kalangan bawah dan menengah-atas. Namun, setelah dia dipaksa turun dari jabatannya, Peronis terpecah menjadi beberapa fraksi yang saling bermusuhan.
Ketidakstabilan antar fraksi semakin parah ketika beberapa kudeta menggoyahkan kedudukan Peronis di Amerika Selatan.
Fraksi sayap Kanan mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan melenyapkan musuh bebuyutan mereka -- Fraksi sayap Kiri dan Marxis.
Akhirnya, pada tahun 1973, Aliansi Anti-Komunis Argentina atau Triple A dibentuk diam-diam, untuk menghadapi pertumbuhan Peronis sayap Kiri di Argentina.
Sebelum akhirnya dibubarkan pada tahun 1976, Triple A diduga telah membunuh sekitar 428 hingga 1.000 jiwa.
2. Polisi Anti-Narkoba Thailand
Sejak Februari 2003, Perdana Menteri Thailand,Thaksin Shinawatra, memulai 'perang' melawan narkoba di negaranya.
Dia menargetkan perdagangan obat-obatan terlarang dan geng yang bertanggungjawab atas penyebaran narkoba di seluruh Negeri Gajah Putih itu.
Thailand mempunyai catatan penyalahgunaan obat-obatan yang buruk. Sehingga mengakibatkan pemerintah memberlakukan kebijakan yang keras terhadap warganya.
Selama tiga bulan pertama kampanye 'Perang Narkoba' PM Thailand tersebut, setidaknya 2.800 pembunuhan di luar jalur hukum telah terjadi.
Empat tahun kemudian, sebuah penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah korban pembunuhan tersebut tidak memiliki keterlibatan apapun dalam perdagangan narkoba.
Sebuah organisasi HAM, Amnesty Internasional, menyatakan, kebijakan 'tembak dan bunuh' didalilkan oleh pejabat tinggi Thailand dan menyebabkan 600 kematian dalam tiga minggu.
Adanya kudeta dari militer pada tahun 2006, menghentikan perang narkoba PM Shinawatra setelah melihat banyaknya pelanggaran dalam kampanye tersebut.
Kelompok Pembunuh Mematikan di Dunia
3. Garda Besi
Dari tahun 1930-an hingga tahun 1950-an, Raja Mesir Farouk mempertahankan kekuasaan dengan bantuan kelompok pembunuh pribadi, yang dia sebut sebagai Garda Besi (Iron Guard).
Selama Perang Dunia II, Garda Besi dimobilisasi untuk mendukung Axis, yang pada saat bersamaan menawarkan diri untuk tunduk pada petinggi Mesir, Leon Trotsky.
Pada Oktober 1952, anggota kelompok pembunuh tersebut diadili di pengadilan, yang mengakibatkan terbongkarnya rencana pembunuhan politik Raja Farouk, serta pengontrolan penyeludupan ganja.
Walaupun begitu, tidak semua tindakan yang dilakukan oleh kelompok Garda Besi 'berdarah'.
Mereka juga bertugas untuk melemahkan kelompok saingan Farouk, Partai Wafd, dalam memperebutkan kekuasaan politik.
Tanpa sepengetahuan Raja Farouk, Garda Besi didukung oleh organisasi rahasia lain, Free Officer Movement.
Seorang anggota Free Officer, Anwar Sadat, saat itu merencanakan invasi 'Nazi' Mesir. Dia lalu bergabung dengan Garda Besi, dan melarikan diri dari perang Arab-Israel pada 1948.
4. Batalion 3-16
Awalnya, Batalion 3-16 adalah organisasi yang dibiayai dan dilatih oleh CIA dan FBI.
Tujuan pembentukan organisasi itu awalnya sebagai pengumpul informasi intelijen kepada pengamat AS, selama perang saudara yang berkepanjangan di Honduras, Amerika Tengah.
Namun, pada tahun 1980-an, kelompok tersebut beralih fungsi menjadi Death Squad, menculik dan membunuh hampir 200 gerilyawan Sandinista.
5. Kelompok Rahasia Colina
Dari tahun 1990 hingga tahun 2000, Peru dipimpin oleh Alberto Fujimori, yang merupakan anak imigran Jepang.
Selama mas pemerintahannya, Fujimori secara diam-diam membentuk grup 'pencabut nyawa', dikenal sebagai Colina.
Colina bertugas untuk 'menyingkirkan' lawan-lawan politik Fujimori.
Pada tahun 1991, kelompok tersebut membunuh 15 orang -- satu dia antaranya bocah 8 tahun -- karena diduga merupakan anggota kelompok teroris Shining Path.
Setelah diadakan penyelidikan, 15 korban Colina terbukti tidak memiliki kaitan apapun dengan Shining Path.
Kurang dari satu tahun setelah insiden tersebut, Death Squad itu kembali membunuh 9 orang mahasiswa dan seorang guru besar.
Mereka dibantai karena adanya dugaan terkait dengan kelompok teroris yang masih menjadi salah satu masalah pemerintah Peru itu.Â
Advertisement