Liputan6.com, Amman - Sebanyak 87.000 amunisi milik tentara Inggris di kamp pelatihan Timur Tengah hilang. Kini, puluhan ribu butiran peluru militer kaliber 5.56 milimeter itu dikhawatirkan jatuh ke tangan kelompok ISIS.
Seperti dilansir Daily Mail, Minggu (10/7/2016) 87.000 peluru ini cukup untuk mempersenjatai tiga resimen infanteri. Dugaan pencurian ini kabarnya terjadi selama pasukan Inggris berlatih di gurun Yordania, yang disebut-sebut dekat dengan Semenanjung Sinai -- kawasan yang dikuasai kelompok yang terafiliasi dengan ISIS.
Baca Juga
Sejumlah sumber militer Inggris mengatakan, kuat dugaan para pelaku mencuri atas perintah ISIS. Sang pencuri disebut memotong pagar perimeter, menyusup masuk ke dalam truk, dan membawa pergi wadah yang berisi puluhan ribu peluru.
Advertisement
Kasus pencurian ini terjadi pada Maret lalu, di mana 1.600 pasukan Inggris mengikuti latihan Shamal Storm -- manuver skala besar di gurun yang turut melibatkan tentara Amerika Serikat (AS) dan Yordania.
Ketika peristiwa itu terjadi, 'gudang' penyimpanan peluru itu tidak dijaga, namun sejumlah kendaraan militer Inggris dilaporkan berpatroli secara teratur. Para pencuri diyakini telah memantau sebelum menjalankan aksinya.
Sementara itu, pasukan SAS --Special Air Service yang dikenal sebagai pasukan elite Inggris-- segera melakukan berbagai upaya untuk menemukan kembali puluhan ribu peluru tersebut. Namun hasilnya nihil.
Insiden ini merupakan kasus pencurian peralatan militer Inggris terbesar yang pernah terjadi selama beberapa dekade terakhir. Sementara itu, timbul kekhawatiran berbagai pihak bahwa bukan tidak mungkin wisatawan Inggris yang berlibur ke Yordania akan menjadi korban penembakan ISIS menggunakan peluru curian tersebut.
Setiap tahunnya, ribuan warga Inggris melancong ke resor yang letaknya dekat dengan kawasan Semenanjung Sinai. Di antaranya ke resor Sharm el-Sheikh.
"Ini adalah persoalan yang sangat serius. Saya bermaksud untuk membawanya ke komite dan Kementerian Pertahanan untuk mencari tahu apa yang telah terjadi. Saya berharap Angkatan Darat belajar dari setiap kesalahan yang lalu dan memastikan tidak akan pernah membiarkan amunisi kita jatuh ke tangan yang salah," ujar anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif, Richard Benyon.
Hal serupa ditegaskan ahli terorisme, Michael Burleigh. Ia menyebut peristiwa ini sebagai hal 'luar biasa'.
"Ini adalah situasi yang sangat berbahaya. Sangat mungkin amunisi itu jatuh ke tangan penjual senjata ilegal dan pada akhirnya sampai ke kelompok ekstremis, termasuk ISIS," ujar dia.
Kelompok teroris ISIS dilaporkan sudah memiliki senjata yang kapabilitasnya dapat menembakkan peluru berkaliber 5.56 mm. Tak hanya itu, mereka juga memiliki ribuan senjata pabrikan Amerika Serikat (AS) yang dicuri dari tentara Irak, di mana amunisinya sama dengan yang menjadi standar negara-negara NATO.
Saat ini, penyelidikan atas kasus pencurian tersebut sepenuhnya telah berada di pihak Kepolisian Militer Kerajaan Yordania.
"Kepolisian militer menangani ini secara sangat serius dan memiliki prosedur yang kuat untuk mencegah kerugian dan pencurian. Semua kasus pencurian diselidiki ketat dengan bantuan polisi sipil," tegas juru bicara kementerian keamanan.