Liputan6.com, Dallas - Seorang pria bersenjata, Micah Johnson, yang menembaki 5 polisi di Dallas, Amerika Serikat telah berencana untuk melakukan serangan lebih besar, demikian menurut laporan Kepala Kepolisian Dallas, David Brown.
"Kami yakin bahwa tersangka memiliki rencana lain dan berpikir bahwa apa yang ia lakukan adalah benar dan kami menduga ia menargetkan penegak hukum," ujar Brown.
Polisi menemukan bahan-bahan pembuat bom, sejumlah senapan, amunisi, dan catatan pertempuran di kediaman Micah Johnson, tersangka pelaku penembakan di Dallas. Hal tersebut membuat para penyidik menduga bahwa Johnson telah menyusun serangan yang lebih besar.
Advertisement
Pria 25 tahun itu tewas setelah terlibat baku tembak dengan polisi di Dallas.
"Di tempat ia tewas, ia menulis huruf dengan menggunakan darah di tembok, hal tersebut membuat kita meyakini bahwa ia terluka ketika menuju lantai atas," jelas Brown.
Di lantai dua di gedung El Centro di mana kita ledakkan untuk mengakhiri kebuntuan, terdapat lebih banyak huruf yang ditulis dengan menggunakan darahnya sendiri," tambahnya.
Dikutip dari CNN, Senin (11/7/2016), Johnson diduga menembak mati lima polisi dan mencederai tujuh polisi lain saat unjuk rasa menentang aksi penembakan terhadap warga kulit hitam oleh polisi. Dua warga sipil juga cedera dalam insiden tersebut. Salah seorang di antara mereka menjalani operasi akibat luka tembak di kaki.
David Brown, mengatakan tersangka menyampaikan pesan kepada juru runding bahwa dia ingin membunuh warga kulit putih, khususnya polisi kulit putih. Hal itu dilakukan karena marah atas aksi penembakan baru-baru ini terhadap warga kulit hitam oleh polisi.
Peristiwa penembakan itu merujuk pada kematian dua warga kulit hitam, Philando Castile di Minnesota dan Alton Sterling di Louisiana.
Sementara itu Brown berusaha menyampaikan pesan kepada pengunjuk rasa di Minnesota dan Louisiana.
"Kami berjanji untuk melindungi Anda dan hak untuk protes dan kami akan memberikan hidup kami untuk itu," ujar Brown.
Brown mengatakan bahwa pelaku hanya ingin bernegosiasi dengan polisi berkulit hitam selama terjadi kebuntuan. Johnson juga sempat bernyanyi ketika berbicara dengan polisi.
"Kami telah bernegosiasi dengannya selama dua jam, dan ia pada dasarnya berbohong kepada kami -- bermain gim, menertawakan, bernyanyi, bertanya berapa banyak polisi yang ia tembak dan ia mengatakan ingin membunuh lebih banyak orang serta mengaku membawa bom," tutur Brown.
"Jadi tak ada kemajuan selama negosiasi."
"Saya mulai merasa bahwa itu hanya sepersekian detik ia akan menyerang kami sebelum kami dapat membunuhnya. Saat itulah polisi merencanakan menggunakan robot untuk meledakkan bom di dekat pelaku," imbuhnya.
Brown mengatakan bahwa ia menghadapi pilihan yang sulit karena tak ada cara untuk mengirim petugas setelah pria itu membahayakan hidup mereka.
"Ia bersembunyi di belakang tembok, dan itu satu-satunya cara penembak jitu mengakhiri usahanya untuk membunuh kami," ujar Brown.
Ia juga berkata, polisi telah menahan 20 hingga 30 orang yang terlibat dalam protes di Dallas saat malam itu di mana mereka memakai masker gas dan rompi anti peluru serta mengalungkan senjata AR-15 -- kepemilikan senjata merupakan hal legal di Dallas.