Sukses

Sendirian, Perempuan Ini Hadapi Pasukan Anti Huru-hara Amerika

Perempuan itu menjelma sebagai simbol yang kuat dalam konflik yang membuat warga Amerika Serikat retak.

Liputan6.com, Baton Rouge - Sebuah foto mewakili ribuan kata. Dan potret ini dengan sempurna menggambarkan semangat dan kekuatan sebuah gerakan massa di Amerika Serikat.

Objek dalam foto tersebut adalah seorang perempuan yang sedang menggelar protes damai. Ia tak maju beramai-ramai, melainkan hanya membawa dirinya.

Sendirian, ia menghadapi anggota pasukan huru-hara. Mengenakan pakaian musim panas, perempuan itu berdiri tegak dan tenang saat berdiri menghadang di tengah jalan. Ada kewibawaan yang terpancar dari dirinya.

Ia menjelma sebagai simbol yang kuat dalam konflik yang membuat warga Amerika Serikat retak.


Fotografer Jonathan Bachman, yang mengambil foto tersebut mengungkapkan, kala itu para demonstran memblokade lalu lintas di jalan raya. Tak lama kemudian, pasukan anti huru-hara dengan peralatan lengkap muncul untuk membubarkan para pengunjuk rasa.

Perempuan dalam foto tersebut adalah salah satu demonstran yang menolak untuk mengalah.

"Ia berdiri di sana. Hanya tegak berdiri. Aku sangat gembira bisa mengabadikan momentum seperti itu," kata Bachman seperti dikutip dari News.com.au, Senin (11/7/2016).

Sejumlah netizen atau pengguna internet pun ikut berkomentar.

"Lihat posturnya," kata seorang Facebooker sekaligus reporter New York Daily News, Shaun King. "Ia tampak seimbang, kuat, menjulang, dan kukuh dengan kedua kaki berpijak pada tanah."

"Seakan ada garis tegak yang terbentuk dari mahkota kepalanya hingga ke telapak kaki. Ia hanya dilindungi oleh kekuatan pribadinya," Jami West menambahkan.

Sebaliknya, anggota pasukan anti huru hara justru tak ajek. "Mereka seakan nyaris jatuh ke belakang oleh kekuatan perempuan itu," ucap West.

"Foto yang sangat legendaris. Gambar itu akan menjadi bagian dari buku sejarah dan seni sejak saat ini."

Sejumlah pengguna Twitter membandingkan foto sang perempuan dengan gambar serupa di Lapangan Tiananmen, Tiongkok. Lainnya mempersoalkan "kekonyolan" petugas yang menghadapinya.

Foto ikonik dalam gerakan massa (Reuters/Wikipedia)

Aksi perempuan tersebut yang sendirian menghadapi para petugas kian mempertajam kritik terkait kebrutalan polisi di AS.

Ketegangan antara warga Amerika Serikat keturunan Afrika dengan polisi meningkat sepekan terakhir menyusul penembakan seorang pria kulit hitam, Alton Sterling (37), oleh aparat di Baton Rouge, Louisiana.

Lebih dari seribu penembakan mematikan dilakukan polisi di Amerika setiap tahun, dan korban meninggal sebagian besar kulit hitam.

Tak sampai di situ, insiden penembakan yang menewaskan lima polisi dilakukan Micah Johnson. Aksi ini dianggap sebagai ekspresi "balas dendam" atas penembakan terhadap warga kulit hitam oleh pihak berwenang.

Dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di luar markas Kepolisian Baton Rouge pada Sabtu, 9 Juli 2016 lalu, hampir seribu orang demonstran berkumpul. Sebanyak seratus di antaranya ditahan.

Demonstrasi di Baton Rouge, Louisiana (REUTERS/Jonathan Bachman)


Kebanyakan dari mereka yang ditangkap berasal dari Louisiana. Mereka dikenai dakwaan memblokade jalan raya.

Polisi kemudian mulai membebaskan mereka yang ditangkap, termasuk perempuan yang tampak di foto.

Aktivis terkemuka Black Lives Matter, DeRay Mckeesson, juga ikut ditangkap.

"Kita berada di ambang gerakan perlawanan nasional. Ini sudah berlangsung, namun akan terus bertumbuh seiring waktu," kata King dalam Facebook-nya. "Kita semua menuntut keadilan."

Sebelumnya, Presiden Obama mengimbau agar bangsanya bersatu.

Obama membantah bahwa AS kembali terpecah seperti konflik rasial yang terjadi pada 1960-an menyusul insiden penembakan lima anggota polisi.