Sukses

RI Tak Akan Bayar Tebusan untuk Bebaskan Sandera WNI

Dalam sebulan belakangan telah berlangsung dua kali penyanderaan yang disebut-sebut dilakukan kelompok Abu Sayyaf.

Liputan6.com, Jakarta - Insiden penculikan terhadap WNI kembali terjadi. Dalam sebulan belakangan telah berlangsung dua kali penyanderaan -- di Filipina dan Malaysia -- yang disebut-sebut dilakukan kelompok Abu Sayyaf.

Tercatat dalam kejadian-kejadian tersebut, 10 orang WNI disandera. Terkait tindak kejahatan itu, muncul kabar pihak perusahaan akan segera membayar uang tebusan.

Menanggapi soal kabar pembayaran tebusan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) angkat bicara. Mereka menyatakan belum mendengar.

"Apa yang dilakukan perusahaan (soal bayar tebusan) kita belum dengar," ucap Jubir Kemlu Arrmanatha Nasir, di ruang Palapa Kemlu, Kamis (14/7/2016).

Walau belum menerima kabar itu, pria yang karib disapa Tata itu menyatakan, opsi bayar tebusan sama sekali tak akan dilakukan Pemerintah Indonesia.

"Bahwa upaya pemerintah dan kebijakan saat tak membayar tebusan," papar dia.

Tata menyatakan, meski tak ada opsi bayar tebusan, pilihan lain untuk membebaskan akan terus dilakukan. Bahkan upaya pembebasan sandera terus diintensifkan belakangan ini.

"Semua opsi (pembebasan sandera kecuali bayar tebusan) kita lihat," pungkas Tata.

Sejauh ini, pemerintah Indonesia terus mendesak Filipina segera mengambil tindakan atas rentetan penyanderaan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf. Itu karena para perompak diduga sengaja mengincar anak buah kapal (ABK) asal Indonesia untuk dijadikan sandera.

"Ya bukan hanya menunggu, tapi selalu mendesak supaya segera," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 12 Juli.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, serta Duta Besar sudah bekerja. Bahkan Presiden Jokowi telah mengirim surat kepada Presiden Filipina agar permasalahan segera berakhir.

Selain di Filipina, penculikan lain terjadi di kapal pukat LLD 113/5/f berbendera Malaysia. Di dalamnya terdapat 7 orang ABK, namun yang disandera semuanya adalah WNI.

"Kapal disergap speedboat dan naik 5 laki-laki bersenjata api. 3 orang diculik, 4 orang dibebaskan. Seluruh ABK yang diculik adalah WNI," sebut Menlu Retno pada Senin 11 Juli 2016.