Sukses

Erdogan Tuntut AS Ekstradisi Ulama Dalang Kudeta Fethullah Gullen

Siapapun yang bertanggung jawab, kudeta militer Turki yang berlangsung semalaman itu mampu mengubah citra negara.

Liputan6.com, Istanbul - Sambil mendeklarasikan kalau pemerintah Turki berhasil menghentikan kudeta, Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu 16 Juli menuntut AS agar menahan atau mengekstradisi lawan politiknya. Ia adalah Fethullah Gullen, ulama yang Erdogan tuduh sebagai dalang kudeta militer.

Fethullah Gullen kini tinggal di pengasingan di kawasan Poconos, Pennsylvania AS. Dahulu ia adalah teman Erdogan. Belakangan pada 2003, ia menuduh bahwa orang nomor satu yang memimpin Turki 3 periode itu melakukan korupsi bersama anak-anaknya.

Berada di pengasingan semenjak 1990, Gullen balik menuding bahwa itu adalah kudeta yang direkayasa pemerintah. Ia menduga sengaja dilakukan oleh Erdogan sendiri dan diselesaikan oleh Erdogan juga. Agar kelak, nama lawan politiknya itu harum.

"Bisa siapa saja. Saya ini sudah 16 tahun tidak di Turki. Jadi bagaimana bisa saya menjadi dalangnya," kata Gullen dalam sebuah wawancara langka dengan wartawan.

Namun, bagi Erdogan, Gullen bagaikan duri dalam daging di pemerintahannya. 

"Negara ini sudah menderita akibat pergerakan Gullen," ujar Erdogan kepada massa seperti dilansir dari CNN, Minggu (17/7/2016).

"Saya menuntut AS dan Presiden Barack Obama untuk menahan Fethullah Gullen atau kembalikan dia ke Turki. Kalau kami adalah partner strategis, lakukanlah itu," kata Erdogan lagi.

Gullen adalah pemimpin populer yang disebut Hizmet. Ia mengatakan siapapun bisa merancang kudeta Turki. Namun, ia menolak tuduhan kalau ia adalah dalang utama. 

Siapapun yang bertanggung jawab, kudeta semalaman itu berhasil merusak gambaran Turki sebagai model pemerintahan Islam demokratik dan kemajuan ekonomi yang stabil.

Ribuan anggota militer telah ditahan, termasuk 2 jenderal dari Angkatan Ketiga dan Kedua.

Kendati diprotes Turki agar mengembalikan Gullen, pangkalan udara AS di Incirlik dalam kondisi aman. Meski demikian, misi serangan udara ke wilayah ISIS di Suriah untuk sementara dihentikan.