Liputan6.com, Berlin - Pada Senin malam, 18 Juli 2016, sekitar pukul 21.15 waktu setempat, seorang pria muda memasuki kereta di Wurzburg, Jerman selatan. Kapak dan pisau yang dibawanya menunjukkan, ia sama sekali tak berniat baik.
Benar saja, pemuda 17 tahun yang berlatar belakang pengungsi Afghanistan itu sekonyong-konyong menyerang para penumpang yang ada di dalam gerbong. Akibatnya empat orang terluka parah, satu di antaranya dalam kondisi kritis.
Tak hanya itu, sekitar 14 orang juga harus dilarikan ke rumah sakit akibat mengalami shock.
Advertisement
Aksi sadis tersebut akhirnya dihentikan paksa. Pelaku ditembak mati oleh polisi saat mencoba kabur.
Belakangan, organisasi teroris ISIS merilis video yang menunjukkan pelaku membuat ancaman sebelum menyerang.
Dalam video tersebut, pemuda yang mengacungkan pisau itu berkoar bahwa ia adalah 'serdadu ISIS' yang bersiap menjalankan misi serangan bunuh diri.
Dalam video tersebut, ISIS mengidentifikasi pelaku sebagai Muhammad Riyad, yang terdengar bicara dalam Bahasa Pashtun.
Kantor berita 'abal-abal' ISIS mengatakan, Riyad melancarkan serangan untuk menjawab panggilan organisasi teror itu untuk melancarkan balas dendam pada negara-negara yang bergabung dalam koalisi internasional menyerang mereka.
Serangan tersebut dilakukan beberapa hari setelah sebuah truk besar ditabrakkan ke arah kerumunan di Nice, Prancis, yang menewaskan 84 orang -- 10 di antaranya adalah anak-anak.
Bendera ISIS
Polisi Jerman sebelumnya menemukan bendera ISIS di rumah pelaku yang terletak di kota Ochsenfurt -- tak jauh dari lokasi penyerangan.
Joachim Herrmann, menteri dalam negeri negara bagian Bavaria mengatakan, bendera itu ditemukan di antara barang milik pelaku.
Sebuah pesan pendek yang ditulis dalam Bahasa Pashtun juga ditemukan, "Yang menunjukkan indikasi bahwa pemuda tersebut teradikalisasi secara mandiri (self-radicalised)," kata dia seperti dikutip dari BBC, Selasa (19/7/2016).
Herrmann mengatakan, mereka yang berinteraksi dengan Riyad dalam beberapa bulan terakhir mendeskripsikannya sebagai pemuda yang pendiam. Tak ada yang melihat tanda-tanda pelaku terkait jaringan teroris.
Ia menambahkan, tak ada indikasi bahwa warga negara Tiongkok menjadi target khusus dalam serangan. Meski empat orang yang terluka -- pria 68 tahun dan istrinya (58), putri mereka (27), dan kekasihnya (31) adalah warga Hong Kong, demikian seperti dikabarkan South China Morning Post.
Dua pria yang jadi korban terluka parah saat berusaha melindungi anggota rombongannya yang lain.
Herrmann juga membela polisi yang menembak pelaku --alasannya Riyad berlari ke arah petugas dengan kapak teracung.