Liputan6.com, Ankara - Presiden Recep Tayyip Erdogan telah umumkan Turki dalam keadaan darurat selama 3 bulan, pasca-kudeta gagal yang terjadi 15 Juli lalu.
"Warga tidak perlu memikirkan hal-hal berkaitan dengan demokrasi, supremasi hukum, hak dan kebebasan dasar," demikian pernyataan Erdogan seperti dilansir dari BBC, Kamis (21/7/2016).
Menurutnya, status negara dalam keadaan darurat akan melindungi warga dari serangan. Berpidato dari ibukota Ankara, Erdogan memuji mereka yang tewas terbunuh dalam melawan kudeta militer Turki dan menyebutnya sebagai martir.
"Negara tidak akan melupakan mereka yang dengan keberanian mengorbankan hidup di perlawanan epik pada malam itu," lanjut Erdogan.
Erdogan juga menegaskan, negara-negara asing lainnya dilarang mencampuri urusan Turki.
"Negeri ini punya hak untuk menentukan nasibnya sendiri," tegas Erdogan.
Presiden Turki 3 periode tersebut berbicara di depan umum setelah menggelar pertemuan dengan majelis keamanan nasional dan kabinetnya.
Sebelum mengumumkan negara dalam keadaan darurat, Erdogan juga memperingatkan akan melakukan penangkapan lain, terutama mereka yang mendukung ulama Fethullah Gulen.
Sejauh ini lebih dari 50 ribu pegawai pemerintahan ditahan, menerima skors bahkan dipecat semenjak kudeta gagal.
Pada Rabu 20 Juli kemari, 99 petinggi militer ditahan karena dituduh memiliki keterkaitan dengan kudeta gagal pada pekan lalu.
Pemerintah juga terus 'menghabisi' lawan-lawannya termasuk dari kalangan cendekiawan dan pekerja di sekolah serta universitas. Mereka menutup sekolah dan kampus, serta melarang bepergian ke luar negeri bagi para dosen. Tak cuma itu, Presiden Erdogan memaksa dekan untuk mengundurkan diri.Â
Pasca-Kudeta Gagal, Erdogan Umumkan Negara dalam Keadaan Darurat
Erdogan juga melarang negara-negara asing mencampuri urusan dalam negeri Turki.
Advertisement