Liputan6.com, Nsanje - Di suatu daerah terpencil di selatan Malawi, ada suatu tradisi yang mewajibkan remaja putri yang telah memasuki pubertas untuk melakukan seks dengan seorang pria yang dibayar untuk melakukan hal tersebut.
Oleh penduduk desa, tindakan ini tidak dipandang sebagai pemerkosaan, tapi sebagai suatu bentuk ritual "pembersihan".
Walaupun demikian, ada potensi pria berbayar yang dijuluki "hyena" ini malah menyebarkan penyakit, bukannya membersihkan.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari BBC pada Jumat (22/7/2016), penulis Ed Butler menemui Eric Aniva di gubuknya di Nsanje, selatan Malawi. Pria yang hidup dengan disabilitas itu menyambut dengan gembira, seakan senang mendapatkan perhatian media. Ia mengaku pincang sejak lahir.
Tapi jangan salah. Aniva adalah seorang "hyena" tersohor di kampungnya. Julukan itu sendiri memang diberikan kepada seorang pria yang dibayar oleh masyarakat di sejumlah komunitas beberapa desa terpencil untuk memberikan "pembersihan" seksual.
Misalnya, jika seorang pria meninggal dunia, tradisi yang ada mewajibkan jandanya untuk melakukan seks dengan Aniva sebelum suaminya boleh dikubur. Atau, jika seorang wanita baru saja melakukan pengguguran kandungan, wanita itu pun harus melakukan "pembersihan".
Yang paling mencengangkan, gadis-gadis remaja di Nsanje yang telah mendapat menstruasi pertama diwajibkan melakukan seks selama 3 hari berturut-turut sebagai tanda telah melewati masa kanak-kanak menuju kedewasaan wanita.
Jika sang remaja putri menolak, ada kepercayaan bahwa penyakit atau nasib sial menimpa keluarganya atau bahkan keseluruhan desa tersebut.
Kata Aniva kepada BBC, "Kebanyakan yang pernah saya tiduri adalah remaja, siswi sekolah."
"Beberapa remaja itu masih berusia 12 atau 13 tahun, tapi saya lebih menyenangi yang lebih tua usianya. Semua wanita ini menikmati saya sebagai hyena."
"Mereka bangga dan menceritakan kepada yang lain bahwa pria ini benar-benar pria sesungguhnya yang mengerti caranya memuaskan seorang wanita."
Berbeda dengan sesumbarnya, beberapa wanita di desa tetangga menyatakan kepedihan tentang hal yang harus mereka lalui. Kata seorang remaja bernama Maria, "Tidak ada yang bisa saya lakukan. Saya harus melakukannya demi orangtua saya."
"Jika saya menolak, maka anggota keluarga saya bisa mendapat penyakit atau bahkan kematian, sehingga saya takut. Mereka bilang semua teman wanita saya diwajibkan melakukan seks dengan seorang hyena."
Aniva diperkirakan berusia 40-an dan sekarang memiliki 2 istri yang mengetahui pekerjaan suami mereka.
Ia mengaku telah tidur dengan 104 wanita dan remaja putri, walaupun ia menyebutkan angka yang sama dalam wawancara dengan harian setempat pada 2012. Mungkin lupa menghitung.
Aniva memiliki 5 anak, tapi dia tidak mengetahui berapa banyak wanita dan remaja putri yang telah dihamilinya.
Penyakit Menular
Di sebuah desa yang berjarak 1 jam perjalanan ada wanita-wanita berusia 50-an yang menjadi penjaga tradisi inisiasi di desa mereka, yaitu Fagisi, Chrissie, dan Phelia.
Tugas mereka adalah mengorganisasi para remaja putri yang datang ke kamp mereka setiap tahun untuk mengajarkan tugas mereka sebagai istri dan bagaimana memuaskan seorang pria secara seksual.
Ritual "pembersihan seksual" oleh seorang hyena merupakan tahap terakhir proses ini dan direlakan oleh orangtua remaja-remaja putri tersebut. Jika perlu, Fagisi, Chrissie, dan Phelia menyebut alasan "untuk mencegah infeksi pada orangtua atau seluruh masyarakat."
Menurut kebiasaan, hubungan seks dengan hyena tidak boleh dilindungi dengan penggunaan kondom.
Menurut para penjaga tradisi, seorang hyena dipilih karena moral yang baik sehingga tidak bisa terifeksi HIV/AIDS.
Melihat tugas yang dijalankan hyena, jelaslah bahwa HIV menjadi risiko besar di kalangan masyarakat. PBB memperkirakan ada 1 di antara 10 warga Malawi yang membawa virus itu.
Mengagetkan. Ketika ditanyai BBC, Aniva mengaku bahwa ia memang positif HIV, tapi ia tidak menceritakan kepada para orangtua yang membayar jasanya.
Advertisement
Semakin Jarang
Seiring berjalannya perbincangan, Aniva kemudian berhenti sesumbar dan mengaku melakukan jauh lebih sedikit pembersihan daripada di masa lalu. "Saya memang masih melakukan di sejumlah tempat. Saya sedang berhenti."
Para pihak yang terlibat dalam ritual ini menyadari bahwa kebiasaan ini dikecam oleh pihak luar, bukan hanya oleh pihak gereja tapi juga oleh pemerintah dan sejumlah NGO. Pemerintah telah memulai kampanye melawan "praktik-praktik budaya yang merusak."
"Kami tidak bermaksud menghukum mereka, tapi kami akan memberikan informasi bahwa mereka perlu mengganti ritual-ritual mereka," kata Dr. May Shaba, sekretaris tetap di Kementerian Gender dan Kesejahteraan.
Para orangtua yang lebih berpendidikan mungkin telah memilih untuk tidak memanggil hyena. Tapi kaum wanita tua yang diwawancarai tadi tetap masih bersikeras.
Menurut Chrissie, "Tidak ada yang salah dengan budaya kami. Jika kamu lihat masyarakat sekarang, kalian lihatlah bahwa remaja-remaja perempuan tidak bertanggungjawab."
"Jadi kami harus melatih para remaja ini kelakuan baik di kampung, supaya jangan melenceng, menjadi istri yang baik sehingga suami mereka puas dan tidak ada hal buruk menimpa keluarga mereka."
Menurut Romo Clause Boucher, imam Katolik kelahiran Prancis yang telah tinggal di Malawi selama 50 tahun dan sekarang menjadi ahli antropologi yang mumpuni, ritual ini sudah berlangsung berabad-abad lamanya.
Ritual bermula dari kepercayaan masa lalu tentang perlunya anak-anak diajari "panas" nya masa dewasa melalui tindakan seksual, kata rohaniwan tersebut.
Pada masa lalu, anak-anak perempuan ini cenderung mencapai pubertas pada usia 15 atau 16 tahun dan ritual dilakukan oleh suami masa depan yang telah dipilihkan. Sekarang ini, ritual lebih berkemungkinan dilakukan oleh pekerja seks bayaran, yaitu seorang hyena.
Romo Boucher menegaskan tentang upaya-upaya untuk mengubah seksualitas anak-anak yang ditentang gigih di kawasan selatan, yang seakan tanpa peduli dengan keberadaan agama Kristen di sana yang sudah berlangsung sekitar 1 abad atau fakta merebaknya AIDS selama 30 tahun belakangan.
Di sebagian besar negeri itu, terutama yang berdekatan dengan kota-kota Blantyre dan Lilongwe, "pembersihan seksual" ini jarang dilakukan. Nyaris tidak ada.
Upaya Perlawanan
Di distrik Dedza yang terletak di Malawi tengah, hyena hanya dipanggil untuk inisiasi janda atau wanita mandul, demikian menurut Pemimpin Besar Theresa Kachindamoto, suatu sosok pimpinan langka wanita di Malawi. Ia memberi prioritas untuk melawan tradisi ini.
Ia mencoba menggalang dukungan dari para pimpinan regional lainnya. Di beberapa distrik lain, misalnya Mangochi di timur, upacaranya telah disesuaikan dan mengganti seks dengan upacara pemercikan minyak pada seorang remaja putri.
Di Nsanje, sepertinya upaya perubahan masih ogah-ogahan. Malawi adalah salah satu negara termiskin di dunia. Dengan masih begitu banyaknya bala kelaparan di pedesaan, urusan ini tidak menjadi kebijakan prioritas.
BBC menemui Fanny, salah satu istri Aniva. Ia sedang bersama dengan bayi perempuan mereka. Fanny dulunya adalah seorang janda cerai mati sebelum "dibersihkan" oleh Aniva. Mereka segera menikah sesudahnya.
Hubungan pasutri itu tampak tegang. Sambil duduk di samping suaminya, ia secara malu-malu mengakui bahwa ia membenci apa yang dilakukan suaminya tapi hal itu memberi nafkah yang dibutuhkan.
Ditanyai tentang bayi perempuan mereka, wanita itu berujar, "Saya tidak ingin itu terjadi. Saya ingin tradisi ini berakhir. Kami dipaksa tidur dengan para hyena. Itu bukan pilihan kami dan menurut saya itu menyedihkan bagi kami sebagai wanita."
Ditanya apakah ia benci karena pernah terjadi padanya, ia menjawab, "Saya masih membencinya hingga sekarang."
Bahkan Aniva memberikan jawaban mengejutkan tentang anak perempuannya, "Jangan anak perempuan saya. Saya tidak bisa membolehkannya. Sekarang saya memperjuangkan sampai akhir melawan praktik ini."
Ketika ditanya mengapa berjuang menghentikannya, namun masih melakukannya, Aniva menjawab, "Tidak. Seperti saya bilang, saya sedang berhenti sekarang. Yakin, sungguh, saya berhenti."
Advertisement