Liputan6.com, Washington, DC - Pada Minggu 24 Juli 2016, Ketua Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) Debbie Wasserman Schultz mengumumkan mundur dari jabatannya. Langkah ini ia tempuh untuk mencegah perpecahan di tubuh partai pengusung Hillary Clinton itu, setelah bocornya lebih dari 19.000 email petinggi Demokrat.
Email yang dibocorkan oleh WikiLeaks itu memuat sejumlah pernyataan petinggi Demokrat yang menyudutkan Bennie Sanders, sekaligus menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap mantan pesaing Hillary itu.
Baca Juga
Salah satu topik yang terkuak dalam email itu adalah mengarahkan media untuk menyoroti keyakinan Sanders -- ia adalah seorang Yahudi. Mereka juga membuka kemungkinan untuk 'mencitrakan' Sanders sebagai seorang ateis.
Advertisement
Seperti dikutip dari Reuters, Senin (25/7/2016), Schultz mengatakan, cara terbaik bagi Demokrat untuk mengantarkan Hillary ke Gedung putih adalah melalui pengunduran dirinya.
Keputusan Schultz untuk mundur ini diapresiasi oleh Sanders, yang sebelumnya memang memintanya untuk mundur. "Schultz telah membuat keputusan yang tepat untuk masa depan Partai Demokrat. Pimpinan partai juga harus selalu berimbang dalam proses pencalonan presiden, sesuatu yang tidak terjadi pada 2016," ujar Sanders.
Skandal email ini menguak di tengah euforia Konvensi Nasional Partai Demokrat, yang akan berlangsung sejak 25 hingga 28 Juli mendatang di Wells Fargo Center, Philadelphia. The New York Times melaporkan bahwa pengusaha dan mantan Wali kota New york Michael Bloomberg menjadi salah satu tokoh yang akan berpidato.
Rusia Terlibat?
Menanggapi skandal kebocoran email ini, tim kampanye Clinton mempertanyakan kemungkinan keterlibatan Rusia, mengingat Trump dan pemimpin negara itu Presiden Vladimir Putin sempat saling melontarkan pujian.
"Yang mengganggu kami adalah bahwa para ahli mengatakan Rusia meretas DNC dan mencuri email. Para ahli lainnya juga menyampaikan bahwa dibocorkannya email ini bertujuan untuk membantu kampanye Donald Trump," ujar Ketua Kampanye Hillary, Robby Mook kepada CNN.
Manajer Kampanye Trump, Paul Manafort mengatakan kubu Hillary berusaha mengalihkan perhatian dari pihak-pihak yang berselisih jelang konvensi.
"Apa yang ada di email jelas menunjukkan bahwa terjadi kecurangan sistem, bahwa Bernie Sanders tidak pernah memiliki kesempatan," ujar Manafort kepada ABC News.
Hillary dan Sanders adalah dua kandidat capres dari Partai Demokrat. Selama ini, Sanders mencitrakan dirinya sebagai seorang sosialis demokratis, ia mampu merangkul dukungan dari pemilih muda dan liberal.
Senator dari Vermont itu juga berjanji akan mengendalikan Wall Street dan menghilangkan ketimpangan pendapatan. Ia berulang kali menyuarakan ketidaksukaannya dengan pembentukan DNC yang ia yakini berusaha melawannya.
Kini pasca-bocornya belasan ribu email tersebut muncul kekhawatiran adanya perpecahan suara dalam kubu Demokrat mengingat sebelumnya Sanders telah menyatakan dukungannya terhadap Hillary dalam pilpres 8 November mendatang.